PANAHMU HIJRAHKU

Assolatuhoiruminannaum…panggilan sholat subuh itu terdengar samar-samar ditelinga Aina yang masih terlelap dibalik selimut baldunya yang hangat. Ia beranjak bangun membuka perlahan selimut yang masih melindunginya.
“Ayo Aina melek udah sholat subuh jangan biarkan syaitan tertawa” Aina berkata-kata dalam hati.
“Aina ayo bangun nak, kita sholat subuh berjama’a” suara panggilan ibu terdengar jelas ditelinganya.
“Ia bu tunggu bentar” jawab Aina sembari melangkah kekamar mandi.
Setelah membersihkan diri Aina langsung mengambil mukenah dan pergi menuju ruang sholat. Ayah, ibu, dan Aina pun melaksanakan sholat subuh berjama’a dengan khusyuk. Aina adalah remaja yang masih menduduki bangku kelas 3 SMA negeri di Bogor. Aina adalah anak tunggal yang lahir dari keluarga yang berkecukupan namun sayangnya Aina tidak seperti remaja lain. Aina memiliki penyakit yaitu impeksi jantung dimana salah satu jantungnya kecil dan tidak berfungsi dengan baik. Namun Aina tetap semangat dan ceria menjalankan kehidupannya.
Setelah selesai melaksanakan sholat subuh, Aina pun bersiap-siap untuk berangkat kesekolah. Ia masuk kedalam kamarnya dan membereskan semua yang akan dibawanya. Hanya dalam waktu dua puluh menit ia dapat selesai dan duduk dimeja makan. Aina selalu sarapan pagi bersama kedua orang tuanya.
“Ayo makan dulu Aina, ibu udah siapin masakan kesukaan kamu” kata ibu.
“Hmb ibu, tahu aja kalau Aina suka tempe bacem” ujar Aina sembari mengambil makanan.
“Ibu kan segalanya nak” puji ayah yang meminum seteguk air.
“Ayah bisa aja” jawab ibu tersipu malu.
Keceriaan dimeja makan itulah yang selalu dirasakan Aina dan kedua orang tuanya. Orang tua Aina selalu menyempatkan waktu untuk berkumpul bersama. Setelah selesai sarapan, Aina dan ayah pun pergi untuk beraktivitas sementara ibu tetap dirumah. Aina pergi kesekolah diantar oleh ayah menggunakan mobil. Aina tidak diperbolehkan membawa sepeda motor sendiri karena takut akan penyakit Aina.
Angin pagi yang masih sejuk dan lingkungan yang asri membuat semua jiwa akan tenang. Keindahan Bogor tidak diragukan lagi, semua mata akan terpana melihatnya. Aina menghidupkan ponselnya dan memutar shalawat tarhim. Keindahan alam, suaasana, ditambah lagi alunan merdu shalawat tarhim mampu membuat semua jiwa umat tentram. Tanpa disadari Aina, ternyata ia sudah sampai digerbang sekolah.
“Nak, sudah sampai” tegur ayah yang membuyarkan lamunan Aina.
“Ehmm..udah sampai yah?” Aina bertanya sembari menyalami ayah.
“Iya nak, belajar yang rajin ya”
“Iya yah, Aina pergi dulu yah assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum salam” ayah menjawab salam Aina dan pergi menuju kantor.
Aina berjalan memasuki gerbang sekolah dan menyusuri taman sekolah nan indah. Ia melihat kearah sekelilingnya namun terlihat hanya beberapa kendaraan saja yang parkir. Ia berjalan terus hingga sampai dikoridor sekolah menuju arah kelasnya. Langkahnya terhenti ketika ia melihat seseorang sedang mengambil ancang-ancang untuk melepaskan anak panah menuju sasaran. Aina melihat orang tersebut seakan-akan ia berada dalam posisi tersebut.
“Yeah kena” ucap Aina spontan ketika ia melihat anak panah tersebut mengenai sasaran. Aina pun berjalan menuju pemanah itu dan memberikan tepuk tangan.
“Wow…permainan kamu bagus. Aku tidak pernah melihatmu bermain panah disini, apakah kamu anak baru?” tanya Aina sambil menatap sosok laki-laki yang sedang memegang panahnya.
“tidak aku sudah lama sekolah disini, hanya saja mungkin kamu tidak pernah melihatku” jawab laki-laki itu sembari duduk dirumput jepang lapangan itu.
“Kenalkan namaku Nur Aina, kamu bisa panggil aku Aina. Nama kamu siapa?” tanya Aina sambil duduk disamping laki-laki itu.
“Buat apa kamu ingin tahu namaku? Apakah itu penting buat kamu?” tanya laki-laki itu dan beranjak berdiri meninggalkan Aina.
“Tidak terlalu penting, tetapi aku harus manggil kamu apa?” teriak Aina kepadanya. Namun laki-laki itu tidak menghiraukannya dan pergi menuju kelas ipa 4.
“Oh tidak, diera modern masih ada cowok seperti dia. Tapi itu membuat aku penasaran karena permainan panahnya cukup bagus siapa tahu dia bisa bermain panah denganku” Aina mengobrol sendiri dalam hati.
Aina pun melanjutkan perjalanannya menuju kelas yang hanya tinggal beberapa langkah lagi sampai. Ia melihat kedalam kelas yang ia jalani namun tidak satu orang pun yang dudu didalamnya. Aina pun sampai dikelasnya, ia langsung duduk dan meletakkan tasnya. Ia bersandar dan mengingat sosok laki-laki pemain panah yang ia jumpai tadi. Lamunannya buyar ketika Firah melayangkan tangannya didepan mata Aina.
“Eh Aina, pagi-pagi udah ngelamun sendirian lagi. Kesambet baru tau rasa” ujar Firah sambil duduk disamping Aina.
“Ah kamu Firah ngagetin aku aja, eh aku mau nanya lah” Aina menatap Firah dengan tatapan tajam.
“Nanya apa serius amat kayaknya” Firah juga menatap Aina.
“Fir, kamu kenal anak yang main panah nggak?”
“Anak main panah? Setahu aku yang pernah main panah itu Fahri lah”
“Fahri? Anak mana? Kelas berapa? Terus orangnya gimana?” Aina memberikan pertanyaan yang bertubi-tubi.
“Kok kamu nanya nya banyak amat? Emang kenapa kamu pengen tahu dia?” tanya Firah kembali.
“Aduh Firah, please jawab aja pertanyaan aku tadi. Aku itu nanya, soalnya permainan panahnya itu bagus. Kamu tahu nggak dia bisa mengenai sasaran hanya dengan sekali melepaskan anak panah”
“Baiklah, dia itu namanya Fahri Arif Fadillah. Biasanya sih dipanggil Fahri, kalo nggak salah dia itu kelas XII ipa 4. Udah cuman itu aja yang aku tahu”
“Makasih Firah, informasi itu aja udah cukup kok. Aku pergi dulu” Aina beranjak pergi sambil mencubit pelan pipi Firah.
Aina berjalan dikoridor sekolah menuju kelas XII ipa 4. Ia melihat kearah dalam kelas itu namun ia tidak menemukan siapa pun. Lalu ia tidak bersemangat lagi dan ia pun membalikkan badan untuk menuju kearah kelasnya. Namun ketika ia membalikkan badan, ia kaget ketika melihat seorang laki-laki berdiri didepannya.
“Haaaaaaa, Fahri kamu ngagetin aku aja” Aina menarik nafas panjang.
“Kamu tahu namaku? Tahu dari siapa?” tanya Fahri.
“Itu bukan hal yang sulit bagiku” Aina pun pergi meninggalkan Fahri.
Fahri hanya geleng kepala dan langsung masuk kelas. Ia masih bingung kenapa Aina bisa tahu namanya. Ia duduk sambil membuka buku fisika dan mempelajari pelajaran yang akan dibahas nanti. Tidak lama kemudian suara bel masuk pun berbunyi semua siswa masuk kedalam kelasnya masing-masing.
Suasana sekolah yang tadinya ramai penuh dengan keceriaan para siswa seketika hening. Semua siswa mengikuti pelajaran dengan baik sesuai mata pelajarannya. Namun ada juga beberapa siswa yang berharap jam mata pelajaran segera berakhir karena rasa malas yang mengelilingi dan syaitan yang mencoba menggoda kalbu.
Detik demi detik, menit demi menit, dan jam demi jam telah dilalui para siswa untuk mengikuti pembelajaran dengan penuh kesabaran. Akhirnya bel tanda pembelajaran habis pun berbunyi. Semua siswa sibuk pergi ketujuan utama yaitu kantin. Namun tidak dengan Aina dan Fahri, mereka menuju lapangan olahraga. Namun Aina sampai terlebih dahulu daripada Fahri.
Aina melihat ada panah yang diletakkan diatas rumput jepang. Tanpa berfikir panjang Aina langsung mengambil panah itu. Aina mengambil ancang-ancang untuk melepaskan anak panah tepat pada sasarannya. Tanpa disadari Aina, Fahri sudah berdiri tepat disampingnya. Aina pun melepaskan anak panahnya dan mengenai sasaran.
“Yeah kena” kata Aina sembari memetikkan jarinya.
“Permainan yang cukup bagus” Fahri mengagetkan Aina.
“Fahri? Kamu bilang permainanku cukup bagus? Oh tidak, masa aku cuman dapat c. Yang bener aja” Aina memanyunkan mulutnya.
“Kamu ini, masih untung aku kasih nilai segitu. Lagian kamu kenapa asal ngambil panah orang, nggak minta izin lagi” Kata Fahri sembari mengambil panah dari tangan Aina.
“Ups, ini panah kamu? Sorry aku nggak tahu”
“Iya…iya, tapi lain kali jangan gitu lagi” jawab Fahri yang ingin bermain panah lagi.
Aina pun tersenyum melihat Fahri dan ia beranjak dari tempat awal nya untuk mencari tempat duduk. Aina duduk melihat Fahri yang sedang membuat ancang-ancang melepaskan anak panahnya. Setelah mengenai sasaran yang tepat, Aina datang menghampiri Fahri.
“Permainan kamu bagus, kamu sejak kapan bisa main panah?” tanya Aina sambil mengambil panah yang dipegang Fahri.
“Belum lama, aku baru dua kali latihan” jawab Fahri sembari duduk diatas rumput jepang.
“Baru dua kali latihan tapi kok udah mahir gitu?” tanya Aina yang menyusul Fahri duduk.
“Aku itu belum mahir, itu tadi masih coba-coba aja. Tapi ngomong-ngomong kamu bisa main panah ya?”
“Sebenarnya tadi itu cuman keberuntungan aku aja bisa mengenai sasaran” jawab Aina yang memberikan panah kepada Fahri.
“Tapi berarti kamu bisa memainkan panah?” tanya Fahri yang semakin penasaran.
“Kalo dibilang bisa sih, menurut aku nggak. Cuma waktu aku SMP kelas 1 aku pernah nyoba sekali main panah punya kakak sepupu aku. Makanya sejak itu lah aku suka main panah. Cuman nggak pernah nyoba lagi sih” jawab Aina panjang lebar.
“Berarti kamu sekedar senang aja gitu sama main panah?”
“Iya, karena menurut aku melihat orang bermain panah itu seru. Karena ibaratnya itu, dia itu fokus sama satu tujuan. Oh ya, kalo kamu kenapa suka main panah? Karena setahu aku anak cowok itu banyak yang lebih memilih main basket?”
“Aku bermain panah itu sekalian belajar dan dapat sunahnya” jawab Fahri tersenyum.
“Sunahnya?”
“Iya, memanahkan sunah nabi”
“Oh gitu ya, aku baru tahu. Selain memanah apa lagi yang disunahkan?” tanya Aina penasaran.
“Berkuda, berlari, berenang” jawab Fahri.
“Kamu banyak tahu iya, berarti kamu pintar?”
“Nggak ilmu aku itu masih sedikit dan aku juga masih belajar. Udah ah jangan nanya mulu, suara bel udah berbunyi tu. Ayo kita masuk” jawab Fahri beranjak berdiri dari tempat duduknya.
“Iya, tapi lain kali aku belajar dari kamu ya” kata Aina mengikuti Fahri yang sudah berjalan. Fahri hanya tersenyum mendengar ucapan Aina. Mereka pun terpisah ketika sampai dikelas masing-masing.
Aina duduk dan menumpangkan dagu ditangannya dan memikirkan perkataan Fahri yang membuat Aina yakin bahwa Fahri adalah cowok yang baik. Namun lamunannya terbuyarkan ketika Firah menepukkan kedua tanggannya tepat didepan mata Aina. Aina kaget namun dengan cepat ia melemparkan senyuman lebar.
“Kok tumber Na kamu dikagetin senyum, biasanya kan marah?” tanya Firah sembari mengangkat-ngangkat alis matanya yang tebal.
“Senyum itu kan ibadah Firah” jawab Aina dengan senyuman yang penuh arti.
“Kesambet apa Na?” tanya Firah penasaran.
“Nggak kesambet apa-apa, hanya saja aku telah menjadi sasaran panah asmara seseorang” jawab Aina sambil senyum-senyum sendiri.
“Hai sadar Aina, kamu kenapa. Tunggu kamu bilang panah asmara? Oh tidak, jangan bilang kamu senang sama Fahri?” tanya Firah sambil mengangkat kepalanya.
“Emang kenapa kalau memang benar aku senang sama dia?” tanya Aina kembali dan menciutkan senyuman yang menghiasi wajahnya.
“Kamu tahu nggak Na, dia itu cowok yang nggak pernah pacaran. Selain itu dia paling jarang dekat sama cewek, kalau pun ada cewek yang dekat sama dia itu adalah keberuntungan cewek itu. Fahri itu orangnya religius sekali” jelas Firah.
“Fahri nggak pernah pacaran? Itu bagus dong, berarti itu membuktikan bahwa ia adalah laki-laki sejati. Fahri itu tidak mau menyakiti perasaan wanita, yakin lah samaku. Oh ya kata kamu, dia jarang dekat sama cewek dan kalo pun dekat itu adalah keberuntungan?” tanya Aina.
“Iya” jawab Firah yang menganggukkan kepalanya.
“Kamu tahu Firah, keberuntungan itu nanti ada padaku” Aina menjawab dengan penuh rasa percaya.
“Oh tidak, temanku sedang bermimpi terlalu tinggi. Tapi tenang aja aku selalu mendo’akan yang terbaik buat kamu” Firah memberikan semangat kepada Aina.
Obrolan mereka pun terhenti ketika guru bahasa inggris memasuki kelas yang tiba-tiba hening itu. semua siswa mengeluarkan buku mata pelajaran itu dengan tidak mengeluarkan suara. Guru bahasa inggris terkenal dengan kedisplinannya tentang waktu, kebersihan, dan terutama sikap. Jadi tidak heran jika semua siswa akan diam ketika belajar dengan guru bahasa inggris.
Berharap jam mata pelajaran segera berakhir itulah yang dirasakan siswa kelas XII ipa 2. Semua mata hanya fokus pada pembelajaran dan semua suara hanya fokus untuk hal-hal yang penting. Waktu pun berlalu dengan perlahan namun pasti dan mata pelajaran bahasa inggris pun berakhir. Semua siswa terlihat sangat semangat dan rasa senang itu terlihat dari rawut wajah mereka. Tanpa terkecuali Aina, namun ia senang bukan karena mata pelajaran bahasa inggris berakhir. Tetapi Aina ingin menemui Fahri dan mengajaknya bermain panah bersama.
“Hai Fahri” sapa Aina yang nafasnya tersenggal-senggal karena mengejar Fahri.
“Assalamu’alaikum dulu kalau nyapa sesama muslim itu”
“Ups sorry, assalamu’alaikum Fahri”
“Wa’alaikum salam, nah gitu kan enak didengar. Kamu ngapain ngejar aku sampai nafasnya tersenggal-senggal gitu?” tanya Fahri sambil berjalan.
“Nanti kita main panah bareng yuk” ajak Aina.
“Kita?” tanya Fahri menghentikan langkahnya.
“Iya, kita main panah bareng. Memang kenapa?” tanya Aina kembali dan menghentikan langkahnya juga.
“Nggak papa sih, cuman kalau nanti aku nggak bisa. Soalnya aku harus ngantar ibu aku kerumah bibiku” jawab Fahri yang melanjutkan perjalanannya.
“Oh gitu ya, nggak pa-pa lah. Tapi kamu kapan bisanya?”
“Bisanya? Kenapa nggak disekolah aja. Kan kamu pergi cepat kalau kesekolah, jadi kamu bisa main”
“Aku sendiri? Tapi kan aku nggak terlalu paham, makanya kau minta ajarin kamu” jawab Aina.
“Minta ajarin aku? Aku aja nggak terlalu paham Nur Aina” jawab Fahri sambil senyum kecil.
“Hah kamu manggil nama panjang aku? Kamu inget nama panjang aku? Oh senangnyaaa” ujar Aina yang tersenyum lebar penuh arti.
“Hallo kamu masih waraskan, apa susahnya mengingat nama kamu yang cuman dua kata dan itu tidak terlalu ribet. Tapi itu kok bisa membuat kamu senang?” tanya Fahri sambil menggelengkan kepalanya.
“Itu adalah rahasia aku, secreet oke” jawab Aina yang berlari meninggalkan Fahri.
“Aduh sepertinya itu orang kekurangan obat kali ya” Fahri bersinopsis sendiri dalam hati.
Fahri pun berjalan menuju arah parkiran sepeda motor disekolah. Fahri melihat Aina yang masih berlari dan masuk kedalam sebuah mobil. Ketika Aina sampai didalam mobil, mobil itu pun pergi. Fahri hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Aina karena menurutnya ia baru sekali melihat cewek yang super unik dan aneh.
“Assalamu’alaikum ibu” Aina menekan bel yang terletak ditembok dekat pintu.
“Wa’alaikum salam sebentar nak” terdengar suara ibu yang mendekati pintu.
“Ibu” sapa Aina dan menyalami ibu.
“Aina dah pulang, kok kayaknya senang banget?” tanya ibu namun Aina hanya menjawab dengan senyuman.
“Ntah itu bu, ayah aja heran lihatnya” sanggah ayah yang turun dari mobil.
“Nggak pa-pa ibu ayah, bukannya kita harus tetap ceria ya ketika menuntut ilmu. Ya udah deh, Aina mau kekamar dulu bu” Aina pun masuk kedalam kamarnya.
Aina meletakkan tas diatas meja belajar dan mengambil wudhu untuk sholat ashar. Satu harian disekolah membuat badannya gerah dan lelah. Setelah mengambil wudhu Aina pun melaksanakan sholat ashar. Sholat mampu membuat siapa saja tenang karena hanya pada-Nya lah kita bisa mengadu tanpa ragu-ragu. Setelah selesai melaksanakan sholat ashar Aina pun berdo’a.
“Ya Allah engkau lah yang maha mengetahui segala apa yang terjadi dialam semesta ini. Engkau lah yang menentukan takdir seorang hamba, dengan siapa ia berjumpa, kapan ia akan pergi, dengan siapa ia akan berpisah engkau lah yang maha mengetahuinya. Ya Allah, sesungguhnya engkau telah menciptakan seorang hamba yang bisa menenangkan hati hamba. Ya Allah sesungguhnya engkau lah pemilik cinta yang hakiki, hamba mohon ya Allah izinkan hamba untuk bisa mengaguminya dalam diam. Menatapnya dalam diam hingga engkau mengizinkan kami bersama. Jangan biarkan rasa ini merusak segalanya, berikanlah kemudahan atas segala urusan hamba ya Allah. Aamiin aamiin ya robbal alamin”
Waktu demi waktu telah berlalu begitu cepat mengikuti alur sesuai ketetapan-Nya. Aina seorang remaja yang tergolong gadis modern yang mengikuti zaman kini perlahan mulai berubah. Aina yang dahulunya hanya berhijab ketika sekolah dan keluar rumah kini sudah selalu berhijab kapan pun. Aina yang dulunya masih suka uploud foto kini tidak pernah eksis lagi didunia sosmed. Aina yang dulunya lebih mementingkan gadget nya kini mulai mementingkan membaca al-Qur’an. Seiring waktu Aina menyadari bahwa hidup hanyalah sementara, dunia ini fana penuh dengan sandiwara belaka.
Semua teman Aina heran melihat perubahannya yang begitu cepat. Firah yang penasaran akan hal itu tidak lagi menunda-nunda waktu untuk bertanya. Firah bertanya diwaktu yang tepat yaitu tidak dijam sekolah. Melainkan diwaktu luar sekolah ketika ada aktivitas lain. Firah memilih waktu dimana kelas mereka akan latihan senam disekolah. Aina pun pergi kesekolah menggunakan sepeda motor sendiri karena ayah tidak bisa mengantarnya.
“Aina” sapa Firah.
“Eh Firah, ada apa? Kelompok kalian udah siap latihan?” tanya Aina.
“Belum Na, ntar lagi. Na, aku mau nanya kok kamu berubah seperti ini sih?” tanya Firah.
“Berubah seperti ini? Maksudnya?” tanya Aina kembali.
“Ia berubah, biasanya kan kamu sering muncul tu di sosmed tapi sekarang nggak. Terus kamu dulu berhijabnya cuman disekolah sama kalo mau keluar aja. Tapi sekarang kamu anywhere dan anytime selalu berhijab. Terus kamu lebih milih ngisi waktu luang kamu dengan membaca, belajar, mengaji, mengikuti kumpulan remaja masjid, atau kamu memanah. Kamu kok jadi kayak gitu?”
“Firah, kita ini kan manusia pasti bakalan dijumpai sama namanya maut. Ada kalanya kita dipertemukan dengan malaikat maut, ditemani sama sakaratul maut, dan kita pasti dijemput sama yang namanya maut. Nah, kalo kita bicarain tentang maut pasti berkaitan sama surga dan neraka. Kalau semua umat ditanya mau masuk surga atau neraka, mereka milihnya apa coba?” Aina bertanya kembali.
“Iya surga lah Na”
“Lah terus kalau mau masuk surga syaratnya apa?” tanya Aina kembali.
“Menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya”
“Lah itu pintar, terus berhijab perintah siapa dan hukumnya apa?”
“Perintah Allah dan hukumnya wajib”
“Lah itu tahu hukumnya wajib, kalo udah namanya wajib ditinggalkan berarti dosa. Lah kalau udah tau dosa gak dilaksanakan juga ya makin dosa. Nah kalau dosa udah numpuk emang surga mau nerima?” tanya Aina kembali.
“Hehehe, terus Na kamu kok ngapusin foto di sosmed?” tanya Firah lagi.
“Yang cantik siapa? Cewekkan? Sesungguhnya perhiasan yang paling berharga itu adalah wanita soleha. Lah terus kalo menguploud foto disosmed yang ngelihat siapa aja?”
“Ya banyak lah Na” jawab Firah sambil menatap Aina.
“Lah terus kalau jadi nya tabaruj gimana?”
“Iya nggak boleh juga”
“Lah itu tahu” jawab Aina tersenyum.
“Terus Na, sama kegiatan kamu yang sekarang kayak belajar memanah itu kan nggak wajib”
“Emang nggak wajib tapi termasuk sunah nabi”
“Tapi kan kalau sunah nabi nggak dilaksanakan nggak berdosa”
“Memang nggak berdosa tapi merugi”
“Kok merugi?” tanya Firah penasaran.
“Lah laksanakan yang sunah kan dapat pahala, terus kalo nggak dilaksanakan nggak dapat pahalakan. Rugi nggak?”
“Iya rugi sih, tapi kamu memang benar-benar hijrah menuju jalan Allah Na” kata Firah yang tersenyum kepada Aina.
“Sudahlah, oh ya aku kesana dulu ya” ujar Aina beranjak dari tempat duduk dan membawa panah menuju lapangan panah.
Aina mencoba-coba bermain panah dengan semangat. Meskipun ia belum terlalu mahir tapi ia bersabar dan yakin bahwa ia akan mahir. Tiba-tiba Fahri datang menghampiri Aina yang sedang latihan. Fahri membawa panahnya sendiri dan ingin bermain juga.
“Assalamu’’alaikum Aina” sapa Fahri.
“Wa’alaikum salam, eh Fahri mau latihan juga?” tanya Aina yang berjalan kearah tempat duduk.
“Iya, kamu udah siap latihannya kok udah duduk aja?” tanya Fahri kembali.
“Aku dah dari tadi latihannya, jadi mau istirahat dulu” jawab Aina sambil meletakkan panahnya disamping ia duduk.
“Oh baiklah, aku latihan dulu” ujar Fahri yang sudah siap-siap ingin memanah.
Aina duduk sambil meminum dan memakan sepotong roti isi. Ia melihat Fahri yang sedang latihan memanah. Berkali-kali anak panah milik Fahri tepat pada sasaran. Hal ini membuat Aina tersenyum melihatnya.
“Hei, kenapa senyum-senyum sendiri?” tanya Fahri yang telah selesai latihan dan menghampiri Aina.
“Nggak pa-pa, oh ya Fik permainan panah kamu sudah semakin bagus. Kamu kelihatannya sudah mahir”
“Bisa aja kamu Na, aku pikir aku harus lebih banyak latihan lagi” jawab Fahri tidak menyombongkan diri.
“Kamu terlalu merendah Fik, oh ya kalau kamu udah mahir main panah kamu mau berjihad ya?” tanya Aina.
“Iya kalau dengan memanah aku bisa berjihad kenapa tidak. Lagian sekarang aku juga sedang berjihad” kata Fahri tersenyum.
“Berjihad apaan?” tanya Aina penasaran.
“Mengagumi seseorang dalam diam” jawab Fahri.
“Siapa?” tanya Aina singkat namun memiliki arti.
“Namanya juga diam, mana ada yang boleh tau selain pemilik cinta yang hakiki. Tapi ya Na, situasi hidup kita bisa mendatangkan cinta dari Allah dan bisa juga mendatangkan kebencian”
“Maksudnya?” tanya Aina.
“Sudahlah, yang pasti Allah mencintai orang-orang yang berjihad dijalan-Nya”
“Berarti aku juga berjihad dong” kata Aina tersenyum.
“Jihad kenapa?” tanya Fahri penasaran.
“Karena aku mengagumi orang juga” jawab Aina tersenyum.
“Jangan bilang kamu berhijrah karena seseorang yang kamu kagumi itu?” tanya Fahri.
“Nggak lah Fahri, aku berhijrah ini karena Allah bukan karena manusia” jawab Aina penuh keistiqomahan.
“Allhamdulillah kalo kayak gitu, salah satu ujian iman tertinggi adalah ketika diri tak menyadari posisi tertinggi hati tak lagi Allah yang menghuni. Kita salah jikalau memantaskan diri karena jodoh bukan lagi karena Allah” jelas Fahri.
“Aku mendo’akan yang terbaik aja buat kamu semoga jihad kamu itu berlanjut. Semoga juga orang yang kamu kagumi adalah orang yang terbaik buat kamu. Aku cuman berharap semoga kita tetap dalam perlindungan Allah dan akidah kita tidak tergoyahkan” jawab Aina tersenyum.
“Aamiin”
“Ya udah aku pulang dulu ya, soalnya udah sore. Assalamu’alaikum” ujar Aina beranjak dari tempat duduknya.
“Wa’alaikum salam, hati-hati ya Na” jawab Fahri.
Aina pun berjalan menyusuri lapangan yang penuh dengan rumput hijau. Ia membawa panah yang diletakkan dipundaknya. Namun langkahnya terhenti dan ia berbalik kearah Fahri. Ia melihat Fahri yang tengah mengambil panahnya dan beranjak akan pergi.
“Fahri…jadilah pemanah yang hebat yang berjihad dijalan-Nya”Aina berteriak kepada Fahri. Fahri tersenyum melihat tingkah Aina yang super unik.
Aina pun berjalan menuju sepeda motornya yang ia parkirkan didekat lapangan basket. Ia menaiki sepeda motornya dan pergi menuju rumah. Namun cuaca tiba-tiba mendung dan Aina menambah kecepatannya agar tidak terkena hujan. Namun sayangnya, cuaca tidak berpihak padanya. Hujan deras pun turun membasahi bumi seketika. Namun Aina tidak mengiraukannya dan ia tetap melaju diderasnya hujan.
“Haaaaaaaa” Praaaaaakkkk suara tabakan dan suara Aina terdengar jelas. Aina tidak melihat mobil yang sedang menyeberang melawan arusnya karena ditutupi oleh derasnya hujan. Aina terjatuh dan lumuran darah pun menutupi wajahnya. Banyak orang melihatnya namun tidak satu pun dari mereka yang membawa Aina ke rumah sakit karena tidak tahu keluarganya. Fahri yang melihat kejadian itu langsung turun dari sepeda motor dan meminta bantuan untuk membawa Aina kerumah sakit.
Fahri berusaha mencari tahu tentang keluarga Aina dari ponselnya yang terjatuh didekat tiang listrik. Fahri mencari kontak keluarga Aina yang dapat dihubungi. Fahri pun mendapatkan nomor ayah Aina dan ia langsung menghubunginya.
Tidak lama kemudian orang tua Aina datang kerumah sakit dengan rawut wajah yang khawatir. Orang tua Aina langsung menjumpai dokter dan bertanya keadaan Aina. Fahri yang mendengar percakapan dokter dengan orang tua Aina langsung mendatangi mereka.
“Assalamu’alaikum pak buk” sapa Fahri dan menyalami kedua orang tua Aina
“Wa’alaikum salam, kamu siapa nak?” tanya ayah Aina.
“Saya Fahri pak, teman Aina “ jawab Fahri tersenyum.
“Kamu yang nolongin Aina ya, makasih ya nak “ kata ibu Aina.
“Sama-sama bu, Aina kan teman saya selain itu kita kan harus tolong menolong” jawab Fahri tersenyum.
Suara adzan ashar pun berkumandang memanggil semua umat islam untuk melaksanakan sholat. Kedua orang tua Aina dan Fahri pun pergi ke masjid untuk melaksanakan sholat berjama’a. Semuanya sholat dengan khusyuk memohon pertolongan Allah. Setelah selesai sholat berjama’a orang tua Aina melihat Aina diruangan nya. Kecuali Fahri yang tetap berada didalam masjid berdoa’a kepada Allah untuk kesembuhan Aina.
“Ya Allah, hamba mohon kepada engkau berikan lah kesembuhan untuk Aina. Sesungguhnya hanya engkau lah yang bisa menyembuhkannya ya Allah. Ya Allah tiada tempat pertolongan dan mengadu selain kepadaMu. Hamba mohon ya Allah dengan segala kerendahan hati berikanlah kesembuhan ya Allah untuk Aina. Berikan hamba kesempatan untuk membahagiakannya suatu saat. Biarkanlah rasa ini tetap bertahta dalam hati namun jangan biarkan rasa ini merusak segalanya. Ya Allah jika engkau tak mengizinkan kami bersatu dibumi Mu tapi pertemukanlah kami, kembalikanlah kami dan satukanlah lagi disurgaMu ya Allah, Aamiin aamiin ya robbal alamin”
Setelah selesai berdo’a Fahri langsung menuju keruangan Aina dirawat. Namun ketika ia sampai disana ia terkejut ketika melihat kedua orang tua Aina menangis terisak-isak. Fahri langsung mendatangi mereka dan bertanya tentang apa yang terjadi.
“Ada apa pak, bu?” tanya Fahri dengan nafas tersenggal-senggal. Namun Fahri tidak mendapatkan jawaban apapun. Fahri semakin penasaran dengan apa yang terjadi dan akhirnya ia memutuskan untuk bertanya kepada dokter.
“Apa yang terjadi dok?” tanya Fahri.
“Kamu harus tabah ya” jawab dokter singkat.
“Tabah? Kenapa dok?” tanya Fahri semakin penasaran.
“Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, namun kami tidak dapat menolong Aina. Aina sudah dipanggil oleh Allah” jelas dokter dan pergi meninggalkan Fahri. Fahri yang mendengarkan hal itu langsung terdiam dan meneteskan air mata. Ia langsung masuk keruangan Aina dan melihat Aina yang telah ditutupi seluruh tubuhnya.
“Ya Allah, sesungguhnya engkau telah memberikan jawaban atas do’a hamba” Fahri menangis melihat Aina yang terbaring. Kini ia tidak dapat bertemu teman uniknya, tidak dapat bercerita, dan tidak menemukan orang yang aneh seperti Aina. Kini hanya do’a yang dapat disampaikan Fahri untuknya. Namun Fahri tetap memendam perasaannya kepada Aina dan Fahri pun tidak mengetahui bahwa Aina juga mempunyai rasa yang sama dengannya.
Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi didunia ini. Kita hanya bisa merencanakan tetapi Allah lah yang menentukannya. Namun kita tetap berprasangka baik terhadap sesuatu yang terjadi pada kita. Karena yang menurut kita baik belum tentu baik kata Allah, dan menurut kita buruk mungkin saja itu yang terbaik buat kita. Kita harus sabar dan ikhlas menghadapi segala apa yang terjadi didunia ini karena semua pasti ada hikmanya.
Karya : Mai sarah, Anggota Komunitas pena kelana indonesia
Tentang penulis :

Nama : Mai sarah
TTL : sorek satu, 7 agustus 1999.
Sekolah : SMAN 1 Pangkalan kuras.
Alamat : jl. muhiba, kel. Sorek satu, Kec. pkl Kuras, Kab. pelalawan, Prov Riau.
Mai sarah merupakan anggota Komunitas Pena kelana Indonesia.