Oleh : Baharul Nizam

ARTIKEL (HALUANPOS.COM)-Bahasa Indonesia hari ini ditulis dengan huruf Latin, sebuah kenyataan yang sering dianggap “biasa” oleh generasi sekarang. Namun tahukah Anda, sebelum huruf Latin menjadi standar, bahasa Melayu yang menjadi akar dari bahasa Indonesia pernah ditulis dengan aksara Arab yang dimodifikasi, dikenal sebagai tulisan Jawi?

Perjalanan dari Jawi ke Latin bukan hanya soal perubahan bentuk huruf, tapi juga mencerminkan perubahan sosial, politik, dan budaya yang terjadi di Nusantara.

Tulisan Jawi: Jejak Aksara Melayu-Islam
Tulisan Jawi adalah aksara Arab yang diadaptasi untuk menuliskan bahasa Melayu, dengan tambahan huruf tertentu agar bisa melambangkan bunyi-bunyi yang tidak ada dalam bahasa Arab. Penggunaan Jawi mulai berkembang sejak abad ke-13, seiring dengan penyebaran Islam ke wilayah Nusantara.

Menurut Asmah Haji Omar dalam buku The Malay Peoples of Malaysia and Their Languages (1981), tulisan Jawi berperan besar dalam penyebaran Islam dan ilmu pengetahuan di kalangan masyarakat Melayu. Kitab-kitab keagamaan, surat raja-raja, hingga karya sastra klasik seperti Hikayat Hang Tuah ditulis dalam aksara ini.

MENARIK DIBACA:  Bahasa Melayu, Tulisan Jawi, dan Identitas Kebahasaan Nusantara

Jawi menjadi simbol peradaban Melayu-Islam. Di banyak daerah seperti Aceh, Riau, dan Kalimantan, tulisan ini digunakan dalam naskah-naskah resmi, bahkan untuk keperluan pendidikan di pesantren dan madrasah.

Masuknya Aksara Latin ke Nusantara
Penggunaan huruf Latin mulai masuk ke wilayah Nusantara bersamaan dengan kedatangan bangsa Eropa. Belanda, melalui sistem pendidikan kolonialnya, mulai memperkenalkan huruf Latin untuk menuliskan bahasa Melayu.
Puncaknya terjadi pada abad ke-20 ketika pemerintah Hindia Belanda memperkuat sistem ejaan Latin melalui publikasi buku dan surat kabar. Salah satu tonggak penting adalah sistem Ejaan Van Ophuijsen (1901) yang menjadi dasar awal tata tulis bahasa Melayu dengan huruf Latin.

Sebagaimana dijelaskan dalam Bahasa Indonesia dalam Era Globalisasi oleh Mahsun (2012), huruf Latin lebih dipilih karena dianggap lebih “praktis” dalam sistem pendidikan dan penerbitan. Ini sejalan dengan keinginan kolonial untuk membentuk sistem administrasi yang efisien.

MENARIK DIBACA:  4 Cara Menjaga Kehamilan Usia Muda Hamil muda rentan keguguran, ini cara menjaganya

Peralihan yang Lambat tapi Pasti
Transisi dari Jawi ke Latin tidak terjadi secara tiba-tiba. Dalam kurun waktu awal abad ke-20, masih banyak masyarakat yang menggunakan tulisan Jawi, terutama untuk urusan keagamaan. Namun lambat laun, tulisan Latin semakin mendominasi, terutama di kota-kota besar dan institusi pendidikan formal.

Perubahan ini semakin menguat setelah kemerdekaan Indonesia. Dengan dipilihnya bahasa Melayu sebagai dasar bahasa Indonesia, dan penggunaan huruf Latin dalam ejaan resmi seperti Ejaan Soewandi (1947), maka aksara Latin menjadi standar nasional.
Warisan yang Terlupakan
Kini, tulisan Jawi nyaris tidak digunakan lagi di Indonesia, kecuali di kalangan terbatas seperti pesantren tradisional atau komunitas Melayu di daerah seperti Riau dan Aceh. Padahal, Jawi adalah bagian penting dari sejarah kebudayaan dan literasi bangsa ini.

MENARIK DIBACA:  Penilaian PPID Kabupaten Labuhanbatu

Sebagaimana dicatat oleh A. Teeuw dalam Ciri-Ciri Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar (1984), meskipun bahasa Indonesia telah berkembang jauh, jejak historisnya tidak bisa dilepaskan dari bahasa Melayu dan tulisan Jawi.
Menjaga Ingatan Kolektif
Tulisan Jawi adalah bagian dari identitas Melayu dan sejarah panjang literasi di Indonesia. Mengenalnya bukan berarti kembali ke masa lalu, tapi justru bisa memperkaya pemahaman kita terhadap keragaman budaya dan warisan bahasa kita sendiri.***

Penulis : Baharul Nizam (202401017)
Mahasiswa ISNJ Bengkalis, Jurusan Akuntasi Syariah

By admin