PEKANBARU (HPC)- Penganugerahan gelar adat sebagai datuk diberikan Majelis Kerapatan Adat Lembaga Adat Melayu Provinsi Riau kepada Budi Febriadi, Ketua Umum BPD Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Provinsi Riau pada Rabu malam (8/11/2017), di Balairung Tenas Effendy, Jalan Diponegoro, Pekanbaru.
Acara tersebut dihadiri oleh ketua MKA, Datuk Sri Al- Azhar. Yang kemudian menyematkan selempang dan keris sebagai tanda penganugerahan gelar, dewan pimpinan harian, Datuk Sri Syahril Abu Bakar. Serta tampak juga mantan Menteri Tenaga Kerja era Presiden Soeharto, Abdul Latief yang juga sebagai pendiri HIPMI. Para Datuk dan Datin yang ada di Riau, perwakilan Korem 031/Wira Bima serta melibatkan Laskar Melayu dalam pengamanannya.
Atas penganugerahan gelar datuk kepada dirinya, Budi Febriadi menyampaikan dalam samputannya bahwa gelar tertinggi yang diberikan kepada manusia adalah muttaqin.
“Gelar yang dilimpahkan bukanlah alat untuk kesombongan dan keangkuhan. Saya ingin mengingatkan kepada muda-mudi Melayu, bahwa pada tahun 2020 Riau sebagai pusat kebudayaan Melayu dan islam se-Asia Tenggara. Apabila tidak ada semangat, ikhtiar dan tekad, maka itu akan menjadi selogan saja,” kata Budi dalam sambutannya pasca penyematan gelar datuk.
Budi juga menyampaikan bahwa dirinya harus menyandera HIPMI untuk kepentingan anak melayu. Kata Budi, selama ini lebih dari Rp 3 triliun dana Corporate Social Responsibility (CSR) tidak diberikan di Riau yang nantinya akan menjadi permodalan niaga anak melayu.
“Siapa yang berpijak di Bumi ini, maka harus menjunjung langit ini,” kata Budi.
Abdul Latief yang juga sempat menyampaikan sambutan pada acara tersebut mengatakan bahwa HIPMI adalah organisasi anak-anak muda yang telah memilih dunia usaha sebagai jalan hidupnya.
Abdul juga mengatakan dirinya merasa sedih karena Riau adalah negeri melayu tetapi orang melayu yang menjadi pengusaha besar hanya sedikit di Riau.
“Kita belum jadi tuan rumah di negeri sendiri kerena kita tidak bercita-cita menjadi tuan rumah. Padahal kita sudah merdeka, kita sudah berdaulat, tapi kita dijajah dari sektor ekonomi. Jangan mau jadi penonton karena salah-salah nanti kita jadi pesuruh,” ujar Abdul Latief dalam sambutannya.
Disamping itu juga, ketua DPH LAM Datuk Sri Syahril Abu Bakar dalam sambutannya menyampaikan, paradigma putra-putri melayu di Riau banyak terjebak untuk menjadi apratur sipil Negara. Padahal peluang untuk menjadi PNS sangat terbatas. Sementara peluang untuk menjadi pengusaha dan berniaga sangat besar.
“Tiap hari anak-anak melayu banyak terjebak untuk menjadi ASN, banyak sekali yang menjadi tenaga honor padahal sangat terbatas peluangnya. Seleksinya sudah sangat terbuka dan bersifat nasional. Pemkab dan Pemprov sudah tidak bisa lagi membantu anak-anak tempatan,” kata Syahril.
Selain itu, Syahril mengatakan kedepannya LAM akan merundingkan kepada perusahaan- perusahaan besar di Riau, untuk bisa menggandeng anak-anak melayu di Riau dalam berniaga dan membangkitkan ekonomi masyarakat melayu. (lia)