Oleh : Fikri Yurendi

ARTIKEL (HALUANPOS.COM)-Di era modern, pembelajaran bahasa Indonesia sering kali hanya berfokus pada tata bahasa, sastra kontemporer, dan ejaan Latin. Namun, ada satu elemen penting yang kerap terlupakan, padahal menyimpan nilai historis dan budaya yang sangat kuat: tulisan Jawi. Aksara ini bukan hanya peninggalan masa lalu, tetapi juga bagian penting dalam memahami asal-usul bahasa Indonesia dan sejarah bahasa Melayu itu sendiri.
Tulisan Jawi dan Akar Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia, secara historis, berasal dari bahasa Melayu. Bahasa ini telah menjadi lingua franca di Nusantara sejak abad ke-7 dan terus berkembang hingga akhirnya diangkat sebagai bahasa nasional pada Sumpah Pemuda 1928. Yang jarang dibahas dalam pembelajaran adalah bahwa sebelum dikenal dalam bentuk tulis Latin, bahasa Melayu ditulis dengan aksara Arab yang dimodifikasi, atau yang kita kenal dengan tulisan Jawi.

Menurut Asmah Haji Omar dalam bukunya The Malay Civilization (2000), tulisan Jawi merupakan sistem tulis resmi dan dominan di kawasan Melayu selama berabad-abad. Kitab-kitab keagamaan, karya sastra, dokumen kerajaan, hingga surat dagang ditulis dengan Jawi, yang membuktikan bahwa aksara ini berperan besar dalam membangun tradisi literasi di Nusantara.
Mengapa Tulisan Jawi Relevan untuk Dipelajari?

MENARIK DIBACA:  Etika Penjual dalam Berbisnis di E-Commerce

Meski sudah tergeser oleh huruf Latin, pembelajaran tulisan Jawi tetap penting dalam konteks:
1. Memahami Sejarah Bahasa dan Sastra
Banyak karya sastra klasik Melayu ditulis dalam Jawi, seperti Hikayat Hang Tuah, Hikayat Raja-raja Pasai, hingga naskah-naskah keagamaan pesantren. Untuk memahami teks-teks ini secara langsung, penguasaan aksara Jawi menjadi kunci.
2. Membaca Naskah Asli Nusantara
Dalam studi filologi, banyak naskah kuno yang tersimpan di perpustakaan maupun pesantren masih menggunakan Jawi. Pembelajaran tulisan ini membuka akses terhadap sumber primer dalam studi sejarah, hukum Islam, dan budaya lokal.
3. Menumbuhkan Apresiasi terhadap Warisan Budaya
Mengenal Jawi berarti mengenali bahwa bangsa Indonesia memiliki sistem tulis sendiri sebelum pengaruh Barat datang. Ini penting untuk membangun kebanggaan terhadap identitas budaya sendiri.

MENARIK DIBACA:  Belajar menjadi Guru Biologi yang Interaktif

Seperti yang ditegaskan oleh A. Teeuw dalam Indonesia Antara Kelisanan dan Keberaksaraan (1994), keberaksaraan dalam konteks Nusantara tidak bisa dilepaskan dari aksara-aksara lokal, termasuk Jawi, sebagai bagian dari sejarah intelektual bangsa.
Tulisan Jawi dalam Kurikulum: Tantangan dan Peluang
Saat ini, tulisan Jawi nyaris tidak diajarkan di sekolah-sekolah umum di Indonesia. Kalaupun ada, biasanya terbatas di wilayah-wilayah tertentu seperti Aceh atau Riau. Padahal, mengintegrasikan materi Jawi dalam pelajaran sejarah atau bahasa Indonesia dapat memperkaya pemahaman siswa terhadap asal-usul bahasa nasional.
Menurut Mahsun dalam Bahasa Indonesia dalam Era Globalisasi (2012), pemahaman sejarah perkembangan bahasa tidak boleh dilepaskan dari konteks sosial dan politiknya. Memahami bagaimana tulisan Jawi berkontribusi terhadap penyebaran bahasa Melayu bisa memberi perspektif yang lebih utuh dalam pembelajaran.
Beberapa pendekatan yang bisa dilakukan antara lain:
• Menggunakan contoh-contoh teks Jawi dalam buku sejarah atau bahasa.
• Membuat proyek pelacakan naskah Jawi di daerah masing-masing.
• Menyelenggarakan workshop Jawi sebagai kegiatan ekstrakurikuler.
Kesimpulan: Menyambungkan Akar dengan Masa Kini.

MENARIK DIBACA:  MARAKNYA PELANGGARAN ETIKA E COMMER

Tulisan Jawi bukan sekadar aksara tua yang usang, melainkan bagian dari perjalanan panjang bahasa Melayu menuju bahasa Indonesia. Dengan mengenalkan kembali tulisan ini dalam dunia pendidikan, kita bukan hanya belajar membaca huruf, tapi juga membaca sejarah, budaya, dan identitas bangsa.

Sebagaimana dikatakan Harun Aminurrashid dalam Sejarah Bahasa Melayu (1988), memahami akar bahasa adalah langkah pertama untuk menguatkan jati diri kebangsaan. Tulisan Jawi adalah salah satu akar itu—dan sudah waktunya kita menyambungkannya kembali dengan generasi hari ini. ***

Penulis : Fikri Yurendi (2024010121)
Mahasiswa ISNJ Bengkalis, Jurusan Akuntasi Syariah

By admin