Oleh : Syahmiarti, S. Pd.
CERPEN (HALUANPOS.COM)-Pagi itu, hujan turun rintik-rintik. Di luar, langit tampak mendung, namun di dalam hatiku, kesibukan sudah menyemarakkan hariku. Seperti biasa, rutinitas yang melelahkan menjadi teman setiaku. Rasanya, setiap pagi selalu dibumbui dengan kerepotan yang sudah menjadi warna hidupku.
Di tengah keheningan pagi, tiba-tiba suara lembut tapi tegas membangunkan anak-anak. “Kakak, Adek, bangun nak! Siapkan baju kalian, pakai sepatu, jangan lupa bekalnya!” Kalimat-kalimat itu sudah seperti lagu pagi yang tak pernah terlewat. Aku tersenyum kecil, tahu bahwa selain berperan sebagai seorang guru, aku juga harus menjadi ibu rumah tangga yang baik bagi keluarga tercintaku.
Rintik hujan pagi itu tidak menjadi penghalang bagiku. Dengan semangat yang masih menyala, aku bersiap-siap untuk menjalankan tugasku sebagai guru di SMAN 5 Tapung, sekolah tempatku mengabdi. Hari ini sedikit berbeda dari hari-hari biasanya. Bukan hanya mengajar di kelas, tapi kami juga akan mengikuti sebuah workshop yang diadakan di sekolah. Tema workshopnya sangat menarik: “Kemampuan Literasi Guru.”
Setibanya di sekolah, aku bersama guru-guru lainnya disambut oleh suasana yang penuh semangat. Narasumber pagi ini adalah seorang yang luar biasa, Sarwan Kelana, seorang pengelana literasi yang sudah berkelana jauh dalam dunia tulis-menulis. Beliau membagikan banyak ilmu, terutama tentang bagaimana pentingnya literasi bagi seorang guru.
Namun, tugas sederhana yang beliau berikan membuat kami terdiam. “Cobalah menulis sebuah karya simpel tentang kegiatan kita hari ini,” katanya. Terdengar mudah, hanya sebuah tulisan sederhana, tapi bagiku, itu seakan-akan menjadi tantangan yang besar. Pikiran mulai berkecamuk, mencari-cari cara untuk merangkai kata, namun semuanya terasa buntu. Pena yang kupegang tiba-tiba terasa berat, dan kertas kosong di depanku tampak seperti jurang yang tak terjembatani.
Aku termenung. Betapa sulitnya menuangkan pikiran dan perasaan dalam sebuah tulisan. Sesederhana apapun itu. Di saat itulah, sebuah kesadaran menghampiriku. Menulis ternyata tidak semudah yang kubayangkan. Bahkan, jauh lebih sulit daripada sekadar menilai orang lain. Mungkin ini pelajaran penting yang harus kuterima hari ini. Bahwa literasi, seperti rintik hujan, bisa saja terlihat kecil dan sepele, tapi memiliki kekuatan untuk mengubah cara kita melihat dunia.
Dan di tengah rintik hujan itu, aku sadar, menulis bukan hanya soal merangkai kata, tapi juga tentang berkelana dalam pikiran, menyelami perasaan, dan membagikan apa yang kita rasakan kepada dunia. Sama seperti Sarwan Kelana, aku pun bertekad untuk menjadi pengelana dalam dunia tulis-menulis, berusaha untuk terus belajar dan berkembang.
Pagi itu, rintik-rintik hujan tak hanya membasahi bumi, tapi juga membasahi jiwaku dengan semangat baru untuk terus melangkah dalam dunia literasi.
Penulis: Guru Bahasa Indonesia SMAN 5 Tambang Kampar