BUDAYA (HPC) – Selain Tanjak tersebutlah beberapa nama lainya yakni tengkolok dan destar merupakan khazanah budaya melayu yang selalu digunakan oleh lelaki sebagai penutup kepala baik dari kalangan rakyat kecil hingga Tuan nan bertahta. Lazimnya pada zaman dahulu Tanjak dipakai lelaki melayu bersamaan dengan baju kurung Melayu dilengkapi kain samping, keris dan capal. Sudah menjadi kebiasaan mengenakan pakaian Melayu yang lengkap sebagai identitas dan jati diri bagi lelaki melayu pemegang amanah dengan kewibawaan, kearifan dan kepahlawanan.
Ketiga nama yang digunakan sebagai penutup kepala memiliki perbedaan seperti Tengkolok lilitannya meruncing ke atas, lilitan berlapis (tebal) dan kainnya bermutu. Destar lilitannya rendah dan tipis sedangkan Tanjak lilitannya macam tengkolok, tetapi lebih ringkas dan nipis.
Pada zaman dahulu, tanjak, tengkolok dan destar dipakai oleh golongan yang berbeda-beda dan mengikut status sosial meskipun fungsi utamanya menutup kepala untuk aspek keselamatan serta tampil kemas. Misalnya, golongan petani senantiasa memakai destar sewaktu bekerja karena ingin melindungi kepala daripada cuaca panas. Segelintir pihak mengisayaratkan tanjak biasanya digunakan oleh golongan berpangkat tinggi seperti laksamana serta bendahara.
Kehalusan Seni Tanjak
Tanjak bagian dari busana melayu yang memainkan peranan cukup penting. Selain menunjukkan kehalusan berpakaian, tanjak juga menceritakan berbagai kisah dan latar belakang sipemakainya. Pada zaman dahulu, pemakaian tanjak yang juga disebut tengkolok atau destar merupakan simbol yang melambangkan status sosial dalam masyarakat. Lipatan dan gubahannya dianggap ‘pengenalan’ kepada pemakainya. Misalnya Tanjak Ketupat Makasar dan Anak Gajah Menyusu menceritakan tentang derajat dan kedudukan seorang pembesar. Lipatan seumpama itu pula tidak sesekali dipakai oleh orang-orang kebanyakan seperti tanjak “Dendam tak sudah”.

Melihat pada ceriminan budaya adat melayu menggunakan tanjak jelas membuktikan kehalusan cara orang Melayu berpakaian. Namun, kemahiran yang sudah lama luntur itu jarang dikuasai oleh generasi masa kini, laksana “tanjak dendam tak sudah” yang banyak diminati pada zaman dahulu, rasanya dendam itu sebekas rindu yang semakin lama memilu. Ada harapan baik untuk saat ini dan kedepannya bagi kauman muda dan yang dituakan agar bisa bersama-sama berusaha mempelajari dan menggalakkan lagi penggunaan Tanjak sebagai bukti dari setianya jatidiri lelaki Melayu dan sejatinya identitas Marwah Melayu takkan Hilang di Bumi (mf)
Carian tengkolok di Pusat Rujukan Persuratan Melayu, Dewan Bahasa dan Pustaka. Stanjak, Tanjak, Destar, Tengkolok, Gemala Kasturi 2010. Pakaian dan Perhiasan Masyarakat Melayu – Perhiasan Kepala, Perpustakaan Negara Malaysia. Tanjak Warisan Melayu, Resam Melayu. 2011.