OPINI (HPC) –Ada sebuah kata bijak, kita tak akan bisa memimpin orang lain sebelum kita mampu memimpin diri kita sendiri.
Tak ada salahnya jika seseorang ingin menjadi pemimpin. Dalam skala kecil ataupun besar. Pemimpin keluarga,pemimpin sekolah, pemimpin provinsi ataupun pemimpin negara.
Salah satu contoh, menjadi pemimpin kelembagaan Universitas.
Ada dua lembaga tertinggi di Universitas Riau, Dewan Perwakilan Mahasiswa ( DPM ) dan Badan Eksekutif Mahasiswa ( BEM ). BEM ada untuk menampung aspirasi mahasiswa, sedangkan DPM ada untuk awasi kinerja BEM dalam laksanakan tugas.
Menjadi pimpinan BEM, harus lewat Pemilihan Raya ( Pemira ) Universitas. Calon Presiden Mahasiswa ( Presma ), sebutan untuk Ketua BEM, begitupun dengan Pemilihan Raya Fakultas, calon Gubernur Mahasiswa ( Gubma ), daftar kan diri dengan berbagai ketentuan dan syarat. Jika lolos, mulailah kenalkan diri dengan kampanye Program yang akan diwujudkan sampai Tahap pemilihan, berdoalah jadi Pemenang.
Namun, apa yang telah terjadi di UR ?
Isu-isu musim Pemira ini sangatlah menarik bagi Aktivis media. Pikiran-pikiran kritis yang terpicu oleh persoalan sosial yang seolah tengah mencari bentuk, itulah yang kian mendekatkan dunia politik praktis.
Ada sebetulnya faktor lain yang membuat Jeri ikut-ikutan berpolitik. Faktor tersebut berupa rentetan peristiwa politik sehubungan dengan transaksional dalam mengeluarkan surat keterangan pengalaman organisasi sehingga salah satu Bakal Calon Gubernur Fakultas Universitas Riau terenggut hak untuk memilih dan pilihnya oleh seorang Pemimpin tertinggi di Kelembagaan Universias Riau.
“Ada apa dengan mahasiswa Sekarang ? Ada apa dengan Kepemimpinan Mahasiswa Kita Sekarang ?”,”Bagaimana mungkin generasi penerus bangga bertindak seperti ini ?”.” Ini kampus untuk menuntut ilmu, bukan sarang preman.”
Pemira Adalah ‘pesta’ demokrasi Mahasiswa. Mari berdemokrasi yang Santun tanpa mengundang Anarkis menuju kampus yang Bermatabat. Warnai ‘pesta’ Mahasiswa dengan warna warni cerah tanpa membuat Hak Seseorang dirampas sampai ada orang yang dibiarkan mati harapannya Dalam keinginan mulia Dalam memimpin Dan Jangan sampai ‘pesta’ demokrasi ini Menzalimi Seseorang dengan Tindakan transaksional Dan menutup Bayangan memimpin yang berdampak dengan kehilangan harapan.(***)
Penulis : Khofifah Dinda Syahputri
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Riau