SELATPANJANG-(HPC) Perpanjangan waktu yang diberikan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kabupaten Kepulauan Meranti, pada pelaksanaan proyek Peningkatan Jalan Pramuka Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau dengan nilai kontrak sebesar Rp 29,6 Miliar dilaksanakan PT. Cipta Sarana Marga Sejati (PT.CSMC) diduga banyak terjadi kejanggalan baik dalam jangka waktu pelaksanaan kontrak, maupun dasar permohonan PT.CSMS yang mengajukan addendum kepada PPK tidak ada terjadi dasar kompensasi PPK memberikan addendum, sedangkan addendum yang diberikan PPK kepada PT.CSMS progres kerjanya hingga habis jangka waktu kontrak baru sekitar 30 (tiga puluh) persen.
Pantauan Media ini di lapangan, karena saat ini pelaksanaan Peningkatan Jalan Pramuka itu dilaksanakan PT. CSMS dalam jangka waktu addendum, sehingga pengerjaannya terlihat tergesa-gesa karena mengejar waktu cetak paving block dilakukan PT. CSMS secara manual di lokasi pengerjaan pelaksanaan proyek Peningkatan Jalan Pramuka Selatpanjang tersebut.
Dikhawatirkan mutu beton dan kualitas paving block yang dipasang dan elevasi serta kelandaian trotoar peningkatan jalan tersebut tidak sesuai spesifikasi teknis karena pembuatan Paving Block secara manual ini pada umumnya menghasilkan mutu paving block yang rendah karena tekanan yang diberikan pada saat mengempa tidak maksimal dan pengujian patah dengan serapan air tidak ada dilakukan, sementara perlu diketahui bahwa Paving Block memiliki klasifikasi mutu, dalam SNI 03 0691 mutu A, mutu B dan C.
Berdasarkan “Peranan Pers” pada Pasal 6, Undang Undang Pokok Pers Nomor 40 Tahun 1999, melakukan pengawasan, kritik, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Dengan itu, diminta kepada BPK RI untuk melakukan audit awal terhadap pelaksanaan Proyek Peningkatan Jalan Pramuka Selatpanjang,Kabupaten Kepulauan Meranti itu sebelum habis jangka watu addendum. Bila tidak, gagal konstruksi akan bertambah lagi di Kota Sagu Tanah Jantan Kabupaten Bungsu Provinsi Riau ini seperti pembangunan Jembatan Selat Rengit dan Pelabuhan Internasional Dorak, yang akhirnya juga pembangunan nasional merupakan program pemerintah pusat terus gagal dinikmati masyarakat Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti.
Saat ini, banyak terjadi “pertempuran” yang melibatkan BPK sebagai instansi pemeriksa. Pada pemeriksaan di bidang konstruksi, kontrak dan laporan per-periode dari pelaksanaan pekerjaan menjadi “senjata” BPK dalam menghadapi audit, dan pihak ketiga (kontraktor dan konsultan pengawas). Namun audit dan pihak ketiga pun memiliki “senjata” andalan yang sangat ampuh guna “melawan” BPK.
Dalam keadaan terdesak keluarlah “senjata” andalan mereka, yang disebut ADDENDUM. Pasal-pasal tertentu dalam kontrak awal pun kalah dengan adanya addendum ini. Pasal yang paling sering diubah adalah yang menyangkut waktu pelaksanaan pekerjaan. Biasanya, dalam addendum waktu pelaksanaan pekerjaan diperpanjang. Dengan adanya addendum mengenai waktu pelaksanaan pekerjaan, temuan BPK mengenai denda keterlambatan menjadi “tak bernyawa” lagi.
Addendum adalah istilah dalam kontrak atau surat perjanjian yang berarti tambahan klausula atau pasal yang secara fisik terpisah dari perjanjian pokoknya namun secara hukum melekat pada perjanjian pokok itu.
Apa yang melatarbelakangi keluarnya addendum??? Pada addendum kontrak disebut alasan yang melatarbelakangi addendum. Untuk perpanjangan waktu pelaksanaan pekerjaan,hampir bisa dipastikan yang melatarbelakanginya adalah cuaca (khususnya hujan). Curah hujan dan frekuensi hari hujan yang tinggi adalah salah satu “kambing abu-abu” penyebab pekerjaan tidak dapat diselesaikan tepat waktu.
Lucunya (atau bisa juga disebut “anehnya”), kondisi tersebut terjadi dari tahun ke tahun. Ini menunjukkan bahwa cuaca sudah berdosa banyak karena menghambat banyak pekerjaan setiap tahunnya. Benarkah cuaca yang bersalah? Apakah yang terjadi pada tahapan-tahapan pelaksanaan pekerjaan sehingga kontraktor tidak dapat menyelesaikannya tepat waktu? Hal ini juga perlu menjadi perhatian dan fungsi pengawasan APIP dalam pelaksanaan mega proyek Rp 29,6 Miliar di Meranti,serta menjadi perhatian bagi Kejaksaan Tinggi Provinsi Riau,dan Kejagung RI di Jakarta.
Hingga berita ini diturunkan redaksi,PPK Dinas PUPR Kabupaten Kepulauan Meranti,Sabri,yang coba dikonfirmasi secara tertulis Nomor : 010/Redaksi TP/AHU-0042928/2017/X/2018,tertanggal 22 Oktober 2018,belum bersedia memberikan hak jawab dan klarifikasinya. (Redaksi)
Sumber : tiraipesisir.com