Kebijakan yang Tak Sesuai Syariat, Apakah Wujud dari Takwa?

0
736

Oleh: Gusmita Yeni, Mahasiswi Universitas Islam Attahiriyah (UNIAT)

OPINI (HPC)- Sebulan penuh sudah kita menahan haus dan lapar, menahan amarah, menahan hawa nafsu, tentu juga tak luput dari menahan rindu kepada sanak saudara. Dan sampailah kita pada hari kemenangan hakiki. Yakni kemenangan ketika ketakwaan bisa kita raih dan benar-benar bisa mewujud dalam diri kita.
Inilah hari kemenangan kita, hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1441 H, bertepatan dengan 24 Mei 2020 yang dilakukan dengan cara yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Karena kita merayakannya di tengah pandemi Covid-19 yang tengah merajalela, sehingga tradisi lebaran seperti mudik dan bersilaturahim tidak bisa dilakukan dengan cara biasanya. Bahkan shalat Idul Fitri pun harus dilakukan di rumah.

Dikutip dari laman Tempo.Co, Presiden Joko widodo memberi sambutan dalam acara ‘Takbir Virtual Nasional dan dan Pesan Idul Fitri dari Masjid Istiqlal’ di Istana Bogor, Jawa Barat. Sabtu, 23 Mei 2020. Presiden Jokowi mengatakan lebaran tahun ini harus dilalui masyarakat di tengah pandemi. Namun ia menyebut hal ini, justru menambah peluang bagi umat Muslim untuk melaksanakan ibadah lainnya untuk menyambut Idul Fitri, seperti melaksanakan zakat fitrah dan sedekah.
Ia menambahkan, jika Allah benar-benar menghendaki dan jika kita bisa menerimanya dengan ikhlas, dalam takwa dan tawakkal, sesungguhnya hal tersebut akan membuat berkah, membuat hikmah, membuat rezeki dan juga hidayah.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin, ia mengatakan kalau beriman dan bertakwa pasti Allah turunkan kesuburan, kemakmuran, keamanan, keselamatan, dan dihilangkan berbagai kesulitan. Itu adalah janji Allah di dalam Al-Qur’an.

Mereka menyampaikan modal keluar dari wabah ini adalah tawakkal, takwa dan mendapat ridha Allah SWT. Lain di bibir lain di hati. Jika mereka yakin dengan apa yang diucapkannya, mengapa setiap kebijakan yang mereka keluarkan dalam menangani wabah tidak pernah satu pun berpijak pada aturan/syari’ah Allah? Kebijakan yang tak sesuai syariat, apakah wujud dari takwa? Apa sesungguhnya makna takwa menurut mereka? Jangan-jangan sesuatu yang lain.

Padahal, takwa yang diharapkan tentu takwa yang sebenarnya. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Qur’an Surah Ali-Imran ayat 102 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan takwa yang sebenar-benarnya takwa dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan Muslim.”

Kata takwa di sini artinya melindungi. Kata tersebut kemudian digunakan untuk menunjuk pada sikap-sikap dan tindakan untuk melindungi diri dari murka dan azab Allah. Caranya tentu dengan menjalankan semua perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya.

Dengan demikian, takwa harus total, harus mewujud dalam segala aspek kehidupan. Takwa juga bukan hanya ada pada tatanan kehidupan individu saja, tapi juga harus ada dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara bahkan hubungan luar negeri.
Lalu, di sistem yang dianut oleh Indonesia saat ini apakah sudah sesuai dengan aturan Islam? Sehingga bisa mewujudkan takwa yang sebenarnya? Ternyata sistem yang diterapkan oleh Bapak Presiden Jokowi dan Bapak Ma’ruf Amin sebagai wakilnya itu, sangat jauh melenceng dari syariah Islam. Sistem yang dianut adalah sistem kufur, yakni memisahkan agama dengan kehidupan (Sekuler).

Padahal, sudah sangat jelas dalam firman-Nya, bahwasanya Allah yang menurunkan Al-Qur’an Melalui Nabi Muhammada SAW untuk umatnya sebagai pedoman kehidupan. Lantas kenapa Anda masih menggunakan hukum-hukum buatan manusia, sedangkan manusia memiliki akal yang terbatas?

Lihatlah bagaiaman Rasulullah SAW dan para sahabat ra mampu mengubah masyarakat Arab Jahiliah menjadi masyarakat Islam yang unggul. Setelah Rasulullah SAW berhasil mendirikan Negara Islam di Madinah, ketakwaan hakiki benar-benar terwujud.
Begitu juga di masa kepemimpinan Umar pun, kemajuan Islam banyak dicapai. Dan negeri-negeri di bawah kepemimpinan Islam sejahtera, negeri itu jauh dari kata kehancuran. Ini karena Umar memilih pemimpin bukan orang-orang yang munafik, sehingga kebijakan para kepala daerah/gubernur pilihan beliau benar-benar bekerja untuk rakyat, bukan untuk mengutamakan kepentingan diri si pejabat atau kelompok.

Dalam kondisi di tengah merebaknya wabah penyakit ini, Khalifah Umar bin Khattab mengambil keputusan sebagaimana Rasulullah SAW sampaikan, “Jika kalian berada di suatu tempat (yang terserang wabah), maka janganlah kalian keluar darinya. Apabila kalian mendengar wabah itu disuatu tempat, maka janganlah kalian memasukinya.” Tujuannya tidak lain adalah untuk menyelamatkan lebih banyak kaum Muslimin dan manusia secara umum agar tidak dibinasakan oleh wabah penyakit.

Selain itu, Umar juga memberikan nasihat kepada kita. Bagaimana seorang pemimpin harus mengambil sikap yang tegas untuk menyelesaikan sebuah permasalahan. Untuk menyelesaikan masalah seorang pemimpin tidak diperbolehkan untuk menyepelekan suatu masalah, karena jika disepelekan maka dampaknya akan berkelanjutan. Nah, apakah Anda semua siap mengikuti jejak Khalifah Umar bin Khattab dalam menangani wabah ini? []

Biodata Penulis:
Nama: Gusmita Yeni
Email: gusmitayeni2@gmail.com
Mahasiswa: Universitas Islam Attahiriyah (UNIAT)