Tagihan Listrik Melejit, Emak-Emak Menjerit

0
737

Oleh: Andi Mutmainnah, Guru Madrasah

OPINI (HPC)-Di tengah kesimpangsiuran kesiapan penerapan new normal, emosi emak-emak semakin terpecut dengan tagihan listrik yang melangit. Sudahlah penghasilan menurun karena pandemi, kini tagihan listrik bikin rasa mendidih. Media pun diramaikan dengan berita tingginya tagihan listrik.

Masyarakat berasumsi bahwa tingginya tagihan listrik karena naiknya Tarif Dasar Listrik secara diam-diam atau berlaku subsidi silang. Asumsi ini tentu sangat memungkinkan karena didukung oleh rencana pemerintah untuk menaikkan TDL per Januari 2020 meskipun akhirnya ditunda.
“Sebagaimana telah disampaikan Menteri ESDM sebelumya, besaran tarif tenaga listrik nonsubsidi pada periode Januari-Maret 2020 tidak berubah, masih sama seperti periode sebelumnya. Hal ini ditetapkan guna menjaga daya beli masyarakat dan daya saing industri”, ujar Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (3/1/2020_liputan6.com).
Bagaimana dengan periode setelah Maret? “Kami pastikan saat ini tidak ada kenaikan listrik, harga masih tetap sama dengan periode tiga bulan sebelumnya. Bahkan sejak 2017 tarif listrik ini tidak pernah mengalami kenaikan,” tutur Executive Vice President Corporate Communcation and CSR, I Made Suprateka dalam keterangan resminya, Sabtu (2/5/2020_ https://www.kompas.com/).

Kesimpulannya kenaikan TDL tidak terjadi, tetapi kenapa tagihan melejit? Menurut Direktur Utama PT PLN (Persero) Zulkifli Zaini “Awal Mei pengukuran langsung ke lapangan, terlihat kenaikan cukup besar di beberapa pelanggan Maret, April, dan Mei. Jadi tagihan pada Mei sudah menggambarkan penggunaan listrik yang sesungguhnya,” ungkapnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Rabu, (3/06/2020).

Kekisruhan yang senantiasa terjadi dalam pemenuhan hajat hidup orang banyak dinegeri tercinta Indonesia sudah menjadi sinetron yang tak tau endingnya kapan. Oleh karena itu perlu menjadi perhatian kita bersama. Kenapa dan bagaimana cara agar rakyat dinegeri ini bisa terlepas dari lingkaran setan permasalahan yang tak kunjung usai.
Membaca riwayat singkat PLN dalam situs resmi PLN disitu dinyatakan bahwa “Seiring dengan kebijakan Pemerintah yang memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan listrik, maka sejak tahun 1994 status PLN beralih dari Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dan juga sebagai PKUK (Pemilik Kuasa Usaha Ketenagalistrikan) dalam menyediakan listrik bagi kepentingan umum hingga sekarang” (https://web.pln.co.id/tentang-kami/profil-perusahaan).

Di sinilah masalah listrik dimulai karena PLN telah beralih fungsi dari penyedia listrik negara untuk rakyat menjadi Penjual Listrik Negara untuk rakyat. Secara bertahap lahir UU yang menguatkan liberalisasi (komersialisasi) PLN misalnya dengan lahirnya UU No 30 Tahun 2009 tentang ketenagalistrikan. Subsidi Listrik dikurangi secara bertahap yang berdampak pada kenaikan TDL tanpa diiringi oleh peningkatan kesejahteraan rakyat.
Perubahan perusahaan-perusahaan milik negara yang diswastanisasi tentu tak lepas dari dasar pemikiran kapitalis yang dianut oleh negeri ini.

Pandangan kapitalis yang didasarkan pada pilar kebebasan termasuk kebebasan kepemilikan menjadi biangnya. Maka tak heran jika milik rakyat yang seharusnya bisa dinikmati dengan biaya murah bahkan gratis beralih menjadi komoditas dagang yang hanya bisa dinikmati oleh orang berduit.
Sebagai negeri dengan umat muslim terbesar didunia tentu tak salah jika masyarakat berpikir menyelesaikan permasalahannya dari sudut pandang islam.

Listrik dalam pandangan islam termasuk dalam kategori api (energi) yang merupakan milik umum. Rasulullah SAW bersabda yang artinya “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, udara dan api”(HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Hadis tersebut menunjukkan sifat-sifat dari padang rumput, udara dan api sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh khalayak umum. Hal ini menggambarkan tentang fasilitas umum yang menentukan pemenuhan hajat hidup masyarakat. Karena posisinya itulah maka tidak boleh dikuasai oleh individu atau sekelompok orang yang akan membatasi pemanfaatannya bagi orang banyak.

Dengan demikian liberalisasi dan komersialisasi listrik dinegeri tercinta ini adalah sesuatu yang bertetangan dengan pandangan islam. Pertanyaannya sekarang jika tak dimomersilkan bagaimana operasional negara bisa berjalan? Pertanyaan ini pula dapat dijawab oleh islam yang paripurna.
Dalam Islam pengelolaan sumber daya alam menjadi wewenang penuh negara untuk mengelola dan hasilnya untuk rakyat. Indonesia adalah negara dengan sumber daya alam yang melimpah maka tak heran jika menjadi kue yang diperebutkan oleh negara-negara pemilik modal. Jika semua sumber daya alam dikembalikan pengelolaanya pada negara maka sangat mungkin negara surplus.

Sayangnya dalam paradigma kapitalis liberal yang dianut negeri ini tidak memungkinkan itu terjadi. Semua itu hanya bisa terwujud jika sistem Islam diterapkan ditengah masyarakat. Sebuah master plan penyelenggaran negara yang terinspirasi dari al quran dan sunnah bahkan telah terbukti eksistensinya dalam sejarah. []