OLEH: HERI AFRIZON
(Birokrat bekerja dilingkungan Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan Provinsi Riau)
OPINI (HALUANPOS.COM)-Luas kebun sawit di Provinsi Riau sekarang ini mencapai 2.572.858 (ha), jika perusahaan perkebunan sawit dapat bekerja sama dengan masyarakat untuk ternak sapi akan dapat meningkatkan kebutuhan daging sapi di Provinsi Riau, dimana dari luas lahan sawit mencapai 2.5 juta ha diasumsikan dari luas lahan sawit 2 ha dapat dilepas satu ekor sapi, artinya populasi sapi bisa dikembangkan mencapai 1.3 Juta ekor Sapi dan ini bisa diupayakan melalui usaha kegaiatan SISKA. [Sistem Integrasi Sapi – Kelapa Sawit] Adapun Luasan Kebun Kelapa Sawit di Provinsi Riau terdiri dari 56 % adalah Perkebunan Rakyat (1.444.593 Ha), 41 % adalah Perkebunan Besar (1.047.553 Ha) dan 3 % adalah Perkebunan Besar Negara (102.081 Ha) sedangkan dari Total Perkebunan Rakyat 80 % Swadaya Murni, 11 % Perkebunan Plasma KKPA dan 9 % Plasma – PIR
Upaya integrasi dilakukan karena saat ini kebutuhan daging sapi di Provinsi Riau mencapai 19.480 ton pertahun atau setara 152 ribu ekor sapi pertahun. Sementara populasi sapi di Riau mencapai 209.601 ekor, tapi sapi yang dapat dipotong hanya 24 ribuan. Sedangkan kebutuhan sapi kita di Riau sangat tinggi, namun kita masih kurang sekitar 128 ribu ekor atau 84 persenan. Sementara untuk memenuhi kebutuhan daging sapi masih didatangkan dari luar Provinsi Riau. Prinsipnya kebutuhan sapi kita cukup tinggi dan ada potensi ini untuk dikembang biakkan agar impor kita tidak dilakukan lagi. Sebagaimana diketahui kebutuhan sapi di Riau hanya mampu dipenuhi sapi lokal sekitar 15,82 persen. Padahal kebutuhan sapi setiap harinya di salah satu rumah potong hewan bisa mencapai 40 ekor dan didatangkan dari luar Provinsi Riau yakni dari Sumatera Utara, Lampung dan dari Sumatera Barat.
Lewat program sapi terintegrasi dengan kelapa sawit, diharapkan kebutuhan sapi tidak lagi bergantung dengan daerah lain. Provinsi Riau dengan lahan yang luas dipastikan mampu memenuhi kebutuhan lokal untuk daging sapi atau Ruminansia lainnya. Untuk Integrasi ini ada dua pola yang dilakukan, apakah sapi mau dikandangkan atau digembalakan. Tapi dari pengalaman yang berhasil digembalakan itu lebih efektif untuk dilakukan karena ada banyak keunggulan.Menurut [Wahyu Darsono Ketua Team Leader SISKA] optimis potensi sapi bisa dikembangkan di Bumi Melayu Riau, terutama jika perusahaan swasta bersedia menyediakan lahan sawit untuk bermitra dengan masyarakat atau kelompok peternak sapi lokal. Jika perusahaan bermitra, tentu ini dapat menambah populasi sapi di maksud.
Pengembangan usaha peternakan sapi yang berkolaborasi dengan perkebunan kelapa sawit adalah salah satu metode yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan sumberdaya yang ada pada perkebunan kelapa sawit. Sistem Integrasi Sapi Kelapa Sawit (SISKA) merupakan salah satu bentuk kolaborasi antara sektor perkebunan dan sektor peternakan. Simbiosis mutualisme (saling menguntunkan) adalah peluang yang dapat dikembangkan dengan optimal untuk menghasilkan nilai ekonomi berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan seharusnya memperhatikan 3 aspek, yaitu ekonomi (profit), sosial (people) dan lingkungan hidup (planet), namun pelaku usaha cenderung hanya mempertimbangkan aspek ekonomi (profit). Aspek ekonomi hendaknya dijadikan suatu tolak ukur untuk menjadikan penghasilan bagi masyarakat yang mempunyai lahan perkebunan kelapa sawit, aspek sosisl merupakan suatu sistem yang harus selalu diperhatikan untuk menjamin dan menjaga kelangsungan hidup antara masyarakat dan juga lingkungan (khususnya lingkungan peternakan), aspek lingkungan hidup mencakup kesejahteraan masyarakat diantaranya dengan menjaga atau memberikan suatu permasalahan sosial diantaranya dengan rusaknya lingkungan. Secara umum, keuntungan sistem integrasi tanaman ternak adalah : (Pertama) diversifikasi penggunaan sumber daya,(Kedua) mengurangi resiko usaha, (Ketiga) efisiensi penggunaan tenaga kerja, (Keempat) efisiensi penggunaan input produksi, (Kelima) mengurangi ketergantungan energi kimia, (Keenam) ramah lingkungan, (Ketujuh)meningkatkan produksi dan (Kedelapan) pendapatan rumah tangga petani yang berkelanjutan
Hendaknya diperlukan regulasi yang kuat supaya program dan kegiatan Siska ini bisa berjalan dengan baik di Provinsi Riau dimana stake Holder yang berkepentingan dapat mewujudkannya melalui regulasi Peraturan Daerah melalui Kesatuan Aksi Daerah dan didukung setiap Kabupaten Kota terutama Perusahaan Perkebunan Swasta dan Nasional dan Kebun Masyarakat, terutama melibatkan Koperasi dan BUMDES yang yang berusaha dibidang Perkebunan dan Peternakan hal ini sesuai dengan Kebijakan Pengembangan SISKA dalam mendukung Implementasi Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunanan Kelapa Sawit yang berkelanjutan . ***
Penulis ; Heri Afrizon