Pekanbaru(Haluanpos.com)-Pada tahun 2014 yang lalu, Presiden Republik Indonesia ke – 6 Susilo Bambang Yudhoyono mengesahkan Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Yang berisi tentang aturan dan kewenangan yang diberikan kepada desa. Desa diberikan kesempatan untuk mengurus tata pemerintahan serta melaksanakan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Sejalan dengant itu Presiden Joko Widodo merancang Sembilan Agenda Prioritas atau yang disebut dengan Nawacita yang Pada poin ketiga disebutkan bahwa pemerintah bertekad membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
Diundangkannya UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, maka penyelenggaraan pemerintah desa mengalami beberapa perubahan terhadap pelaksanaannya. Penetapan Undang-Undang ini
mengukuhkan keberadaan desa sebagai subyek dalam pembangunan. Undang-Undang tersebut memberikan dorongan kepada masyarakat untuk membangun dan mengelola desa secara mandiri. Untuk itu, setiap desa akan mendapatkan dana melalui Anggaran Belanja Pendapatan Negara (APBN) dengan jumlah yang sangat signifikan.
Besarnya dana desa yang akan diterima setiap desa di seluruh Indonesia menimbulkan
kekhawatiran bagi banyak pihak. Terdapat potensi adanya kesalahan pengelolaan dana desa mulai dari pengganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pertanggungjawaban, dan pelaporannya. Untuk itu, dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan di desa, maka dituntut adanya transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi, baik atas keuangan, kinerja, maupun kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Karena khawatir bahwa dana desa dapat menjadi jebakan yang menjerat kepala desa untuk korupsi, baik secara sengaja maupun tidak sengaja akibat ketidaktahuan akan mekanisme pengelolaan
dan pertanggungjawaban anggaran, maka berbagai pihak pun menyerukan solusi, misalnya dengan usulan agar pada masa transisi (tahun pertama dan kedua) pemerintah dan penegak hukum jangan terlalu kaku dalam menerapkan pengawasan dan penegakan hukum, harus ada langkah persuasif jika pelanggaran sifatnya administratif (Muhammad, 2015: 6).
Ada juga usulan untuk mempertanggungjawabkan dana
desa cukup dengan bukti yang menunjukkan dana telah masuk ke rekening kas desa (RKD) dengan
memperlakukan dana itu sebagai anggaran dalam kelompok mata anggaran kegiatan (MAK) bantuan sosial. Selanjutnya, urusan selesai begitu dana diterima desa (Padjung, 2015: 7).
Tahun ini desa-desa di setiap provinsi berpotensi akan mengelola anggaran Milyaran Rupiah. Sehingga, Pemerintah Desa harus bisa menerapkan asas akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi dalam penyelengaraan pemerintahan khususnya dalam pengelolaan Dana Desa agar dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan menghindari potensi penyalahgunaan anggaran. Potensi munculnya fraud dalam pelaksanaan kebijakan Dana Desa sangat memungkinkan bila tidak diimbangi dengan kemampuan manajerial yang baik dan pengawasan yang ketat.
Transparansi dan akuntabilitas menjadi suatu hal yang sangat penting bagi pengelolaan keuangan di setiap organisasi, Transparansi merupakan upaya organisasi secara terbuka menyediakan informasi
yang material dan relevan serta mudah diakses dan dipahami oleh pemakaian kepentingan. Sedangkan akuntabilitas dan kewajiban organisasi untuk memberikan pertanggujawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja serta tindakan seseorang pemimpin suatu unik organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau yang berwenang meminta pertanggungjawaban.
Untuk terwujudnya transparansi dan akuntabilitas harus didukung dengan adanya sistem pengelolaan dan pelaporan keuangan yang baik agar
dapat menghasilkan informasi yang relevan dan mudah dimengerti oleh pemangku kepentingan. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. Ruang lingkup pengelolaan keuangan desa meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban keuangan desa. Keuangan desa tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
Empat Pilar Good Governance bagi keberhasilan suatu pemerintah yaitu Transparansi, Akuntabilitas, Predictability dan Partisipasi. Salah satu prinsip penting dalam tata kelola pemerintahan yang baik adalah transparansi dalam hal keuangan. Untuk memegang dan
melaksanakan prinsip ini, maka harus selalu diterapkan dalam mengatasi setiap masalah
keuangan desa.
Dalam pengelolaan keuangan desa seringkali masalah yang dihadapi adalah efektivitas dan
efisiensi, prioritas, kebocoran dan penyimpangan serta rendahnya profesionalisme. Pengelolaan
keuangan yang baik berpengaruh signifikan terhadap pengelolaan kepemerintahan desa. Oleh
karena itu, asas-asas dalam pengelolaan keuangan desa perlu diterapkan. Prinsip atau asas transparansi sendiri adalah sikap membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang pengelolaan keuangan desa dalam setiap tahapannya, baik dalam perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan anggaran, pertanggung-jawaban, maupun hasil pemeriksaan, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia desa
Namun, Yang selalu menjadi Kendala dalam pelaksanaan prinsip transparansi ini, yaitu tidak
adanya regulasi terkait pelaksanaan prinsip transparansi, tidak tersedianya bidang khusus yang menangani pemberian informasi, minimnya sumber daya manusia, dan pendanaan /
penganggaran. Salah satu Wujud Transparansi Keuangan Desa Adalah melalui Papan Hak Informasi Masyarakat terhadap APBDes. Seluruh desa wajib memberikan informasi berupa papan Informasi tentang APBDesa, pada papan informasi ini Pemerintah desa harus memperlihatkan rincian tentang dana yang dikelola nya. Selain itu
pada Program Pembangunan maka seluruh kegiatan fisik wajib dilengkapi dengan papan informasi kegiatan yang dipasang di lokasi kegiatan. Papan informasi tersebut sekurang-kurangnya memuat nama kegiatan, volume kegiatan, besaran anggaran, dan waktu pelaksanaan kegiatan. Keuangan Desa dikelola berdasarkan asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan
dengan tertib dan disiplin anggaran. Keuangan Desa dikelola berdasarkan praktik-praktik pemerintahan yang baik. Asas-asas Pengelolaan Keuangan Desa sebagaimana tertuang dalam Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 yaitu transparan,
akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran, dengan uraian sebagai
berikut:
1. Transparan yaitu prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untukmengetahui
dan mendapat akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan desa. Asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasiyang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan pemerintahanDesa dengan tetap
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Akuntabel yaitu perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumberdaya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Asas akuntabel yang menentukan
bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Desa
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. Partisipatif yaitu penyelenggaraan pemerintahan Desa yang mengikutsertakan
kelembagaan desa dan unsur masyarakat desa;
4. Tertib dan disiplin anggaran yaitu pengelolaan keuangan Desa harus mengacu pada
aturan atau pedoman yang melandasinya
Semoga dengan penyampaian Informasi APB Desa ini masyarakat bisa lebih mengawasi Anggaran
desa demi kemanfaatan bersama warga masyarakat Desa.
Prinsip berikutnya yang harus dilaksanakan bersamaan dengan transparansi adalah prinsip
memegang akuntabilitas. Yang dimaksud dengan akuntabilitas adalah asas yang menentukan
bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, khususnya pengelolaan keuangan desa harus dapat dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemberi mandat kekuasaan kepemerintahan desa. Dengan transparansi dan
akuntabilitas maka akan tercipta tata kelola pemerintahan desa yang baik dan terpercaya dalam
urusan keuangan.
Alokasi Dana Desa (ADD) yang dikucurkan pemerintah pusat maupun dari APBD Kabupaten harus diumumkan secara transparan pada publik, khususnya warga desa setempat. Hal tersebut untuk menghindari terjadinya penyelewengan dana, kecurigaan publik, serta agar pelaksanaan
pembangunan di desa dapat berlangsung secara kondusif.
”Dana desa pada intinya dipergunakan untuk kesejahteraan warga, mendorong pembangunan
infrastruktur, perekonomian warga dan jenis pemberdayaan lainnya. Transparansi mutlak dilakukan pemerintah desa, agar kepercayaan publik dan warga akan penggunaan dana desa.
Dan ada rencana pembangunan jangka menengah desa (RPJMDes) yang memakan waktu hingga
enam tahun. Terkait anggaran desa yang bersumber dari Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa
(DD), penggunaannya tidak bisa dilakukan dengan main-main, semua harus betul-betul dilakukan dengan hati-hati dan tanggung jawab yang tinggi. Untuk membangun infrastruktur dan pembangunan desa, harus dilakukan melalui program
padat karya dan tidak diperbolehkan melibatkan orang ketiga atau diproyekkan. Artinya, tenaga pekerjanya melibatkan warga wilayah desa tersebut, bahkan bila perlu bahan bakunya juga dibeli dari warga setempat. ”Hal itu agar roda perekonomian masyarakat di wilayah desa tersebut bisa berkembang. Karena tujuan dari adanya dana desa ini untuk mensejahterakan rakyat dan memajukan seluruh desa.
Kepala desa memegang peranan penting dalam pengelolaan keuangan desa karena dia merupakan pemegang kekuasaan pengelola Kepala desa memegang peranan penting dalam pengelolaan keuangan
desa karena dia merupakan pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa (Pasal 3 ayat (1)
Permendagri No. 113 Tahun 2014). Dengan posisinya tersebut, dia memiliki kewenangan yang luas, antara
lain: menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDes; menetapkan Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) yang terdiri atas sekretaris desa, kepala seksi, dan bendahara; menetapkan
petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa; menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang ditetapkan dalam APBDes; dan melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBDes
(Pasal 3 ayat (2) Permendagri No. 113 Tahun 2014). Jelaslah di sini bahwa kepala desa menjadi tumpuan utama untuk memastikan apakah pengelolaan keuangan desa sudah dijalankan sesuai dengan asas-asas dan prinsip-prinsip yang ditentukan. Apakah kepala desa sanggup menanggung tanggungjawabnya ??? HP
Penulis: Heri Purwanto, S.Sos (Mahasiswa Magister Ilmu Administrasi XXIX, Universitas Islam Riau)