Penulis ; Kasmawti Karim

Sepulang sekolah, Budin langsung masuk kekamar. Seperti biasa, ia membuka pakaian sekolah yang melekat di badannya. Terlihat sudah kotor dan bau keringat. Seharian dipakai untuk beraktifitas di sekolah. Berlari-lari dan bermain bola dengan kawan-kawannya.

 Setelah mengganti pakaian, Budin bersiap-siap untuk melaksanakan shalat Zuhur. Setiap Budin beraktifitas, dimulai sejak pulang sekolah tadi, bahkan sehabis Kepala Sekolah mengumumkan untuk bertamasya ke Tasik Nambus, sejak itulah pikiran Budin tak berhenti memikirkan Tasik Nambus.

Di dalam benak Budin hanya terpikir Tasik Nambus. Bahkan,Budin membayangkan bagaimana keindahan Tasik Nambus tersebut.Iasangat ingin pergi ke sana. Budin ingin melihat langsung bagaimana keindahan Tasik nambus  yang disebut-sebut orang. Budin membayangkan bunga bakung yang menutupi sungai.Ah, begitu banyak keindahan Tasik nambus.

“Budin, sudah sholat, nak?”Terdengar suara ibu memanggil Budin.

“Sudah, Bu,” jawab Budin.

“Ayo turun, Nak. Kita makan bersama. sikit sama sikit,banyak sama  banyak, yang jelas kebersamaan itu penting.”Sambil teriak bernada nasihat dari ibu.

“Ayahmu sudah menunggu di meja makan.”

Dari dalam kamar terdengar Budin menjawab iya. Sambil berlari-lari menuju tempat makan, terlihat ayahnya sudah lebih dahulu duduk di ruang makan, menanti Budin dan ibunya.

Menunggu saat makan bersama, Budinmembantu ibunya mempersiapkan makanan yang belum diletakkan di atas meja makan. Budinmembantu mengambilkan nasi untuk ayah dan ibunya terlebih dahulu. Setelah itu, baru nasi untuknya sendiri.Iamengambil makanan kesukaannya dan mempersilahkan ayah dan ibu duluan.

“Kenapa kamu diam saja, Budin?” Ibubertanya ketika melihat Budin termenung dan diam saja. Seolah-olah malas menyuap nasi.Sambil mau tak mau dalam memandang makananan.Kembali ibu Budin bertanya.“Apakah makanannya tidak sesuai dengan selera Budin?”

“Tidak, Bu. Makanannya enak.”

“Terus kenapa kamu tidak berselera, Nak? Apakah kamu sudah makan di sekolah tadi? Apa yang kamu makan sehingga tidak selera untuk makan sekarang?” Bertubi-tubi pertanyaan ibu kepada anaknya. Risau hatinya karena selama ini Budin selalu makan dengan lahab. Bahkan, biasanya bertambah berulang kali.

“Hari ini Budin kenapa, ya?” Ibu bertanya-tanya dalam hatinya.

“Budin,apakah kamu ada masalah di sekolah, Nak?”

Budin tidak menjawab. Ia hanya memandang wajah ibunya.

“Budin, jawablah, nak,” ayah ikut menguatkan, supaya Budin berterus terang apa yang tersimpan di hatinya sehingga Budinmenjadi murung dan tidak bersemangat.

Budin diam sejenak, menarik napas dalam-dalam. Lalu berkata, “Ibu, Ayah, Budin ingin bertanya, apakah boleh?”

“Boleh,Nak. Budin mau bertanya apa?” Ibu dan ayah menjawab serempak.

“Ibu, Ayah,tadi Kepala Sekolah mengumumkan bahwa di sekolahakan  mengadakan tamasya. Jalan-jalan satu kelas. Bolehkah Budin ikut, Yah?”

 Ibu dan ayah saling berpandangan.

“Ooh, kalau bertamasya, apa pulak tidak bolehnya? Tentu saja boleh.”

Dalam hati Budin berkata “Sebenarnya Ayah dan Ibu tidak tau kemana aku akan pergi. Sebenarnya ayah dan ibu tidak tau kami mau bertamasya kemana. Seandainya tau … aduh, kena marah tidak, ya?” tanya Budin dalam hatinya sendiri.

MENARIK DIBACA:  Pensil Ajaib

“Budin,” kata ibunya, “Kalau bertamasya tidak jauh,Ibu izinkan”

“Alah, maak,”Budin membatin.“Tidak jauh bagaimana ini? Tasik itu kata Latif, jauh.”

Budin mulanya terdiam, selanjutnya dia berani menjawab. “Iya, Bu. Nanti Budin tanya, bertamasyanya di mana.”

“Oo,berarti bapak dan ibu guru belum menyebutkan tempatnya?” tanya ibu.

“Sudah,Bu.Tapi Budin lupa di mana tempatnya kemarin.”Budin berkilah, takut kedua orang tuanya akan marah, sehingga dia mengatakan lupa di mana tempat tamasyanya.

“Ya sudah, besok saja kita bahas masalah tamasya ini, ya,Budin.Sekarang, Budin makanlah yang banyak biar sehat, biar kuat untuk berjalan saat bertamasya. Kalau jalan kaki biar tidak capek.”Tersirap darah Budin mendengar ibunya berkata seperti itu, seolah-olah Ibunya sudah tau di mana Budinakan bertamasya.

***

Keesokan harinya, seperti biasa Budin pergi ke sekolah. Akan tetapi, di pikiran Budinselalu terbayang perjalanan tamasya ke Tasik Nambus.Bayangan itu melekat sekali di pikiranBudin. Betapa ia sangat ingin bertamasya ke sana. Apalagi Budin sudah mulai ada rasa suka dengan lawan jenisnya di kelas itu.

“Assalamualaikum, Latif.” Budin menyapa Latief ketika sampai di kelas. Latief siswa yang pertama datang pagi itu.

“Waalaikumussalam,Budin. Cepat juga kamu datang hari ini ya,Budin.”

Budin menanggapi dengan tertawa. “Iya, dong,” jawab Budin singkat.

Tidak berapa lama Budin dan Latif berbicara, bel sekolah pun berbunyi.Budinmempersiapkan dirinya untuk bergegas masuk kelas.

Sampai di kelas Budin mempersiap diri untuk mengikuti pelajaran yang akan di mulai.Kebetulan hari itu  adalah  pelajaran Bahasa Indonesia.Materi yang dibahas tentang berlibur. Para siswa sibuk mempersiapkan diri masing-masing untuk menanyakan tentang materi pelajaran tersebut. Pastilah ada hubungannya dengan jalan-jalan yang akan di laksanakan di sekolah mereka.

Awalnya, guru menjelaskan tentang pentingnya menenangkan pikiran kita dengan melakukan perjalanan tamasya. Pergi berliburbersama teman sekelas, untuk membuat pikiran tidak jenuh. Jadi,diharapkan pikiran menjadi segar kembali setelah pulang dari berlibur. Sehingga hasil dari perjalanan liburan itu bisa diabadikan.Baik dalam bentuk potret, video atau bisa juga dituliskan di dalam buku harian.Menjadi kenangan sepanjang masa.

Setelah beraktifitas menguraskan tenaga dan pikiran, suatu hal yang wajar menjadikan liburan sebagai pelepas segala kejenuhan.Berpindah dari tempat biasamelakukan aktifitas menuju ke tempat yang tenang dan menyenangkan.

Budin tersentak ketika BuGuru menjelaskan tentang lokasi-lokasi yang bisa dijadikan tempat bertamasya.

“Orang kulit putih menyebutnya tempat berholiday. Tempat holiday kalau kat kampung kite ni banyak.Tasik Nambus Ujung Tanjung salah satunya.”

Budin tertarik mendengarkan keterangan Bu Guru lebih lanjut.

“Seluk-beluk Tasik Nambus ini belumlah di ketahui, tapi sudah banyak di bicarakan orang. Memang, Tasik Nambus sebenarnya  tidak banyak dikenal masyarakat.”Bu Guru terdiam sejenak.Budin menunggu  penjelasan Bu Guru. Ia telah mempersiapkan banyak pertanyaan.

 Seandainya BuGuru menyuruh bertanya,rasanya langsung saja Budin ingin bertanya. Ada saja waktu luang,Budin langsung bertanya. Dari awal hingga akhir. Seolah BuGuru arah pembicaraannya tidak memuaskan hati Budin. Tidak sesuai yang diinginkan Budin.Ah … dalam hati Budin mengeluh.Bisa jadi Bu Guru juga tidak tau tentang seluk beluk Tasik Nambus ini.

MENARIK DIBACA:  Rintik Pagi dan Sang Pengelana

Budinmerasa kecewa. Sampai pelajaran selesai,Bu Guru tidak juga menjelaskan bagaimana keadaan Tasik Nambus tersebut.

“Latif, bagaimana mau bertanya dengan Bu Guru, beliau saja tidak menjelaskan tentang Tasik Nambus,” keluh Budin pada teman satu bangkunya itu.

“Entahlah,” sahut Latief. “Aku juga sangat penasaran apa misteri yang tersimpan di sana.”

Bel berbunyi menandakan pelajaran sudah selesai. Seluruh siswa dipersilahkan istirahat keluar main. Siswa berbondong-bondong ke luar kelas.Sementara Budin bertekad di dalam hatinya, sebelum pergi ke Tasik Nambus, ia mesti mengetahui dulu cerita yang masih jadi misteri di tempat itu.

“Latif, apakah ada pilihan tempat wisatanya? Atau tujuannya hanya ke Tasik Nambus saja?” Budin bertanya kepada Latif.

“Kalau tidak salah, guru-guru sudah rapat dengan anggota Osis. Ada beberapa tempat wisata yang rencananya akan dikunjungi. Diantaranya, Tasik air putih yangmerupakan tasik dengan lebar 800 meter. Itu terletak di Kecamatan Rangsang.” Latif menjelaskan.

“Ada juga Pulau Putri Hijau, Wisata Bahari Pesisir Pantai Pulau Rangsang,Tasik Putri Penyu, Pulau Dedap, Tasik Air Merah yang terletak di Desa Gemalasari Kecamatan Rangsang.” Latif menghela nafas sejenak, lalu melanjutkan, “Tasik Penekat,Tasik Ular, Tasik Lumut, Tasik Gemuk, Tasik Anak Pengayun, Tasik Tanjuk Meskil dan Tasik Tempurung. Cuma itu yang aku ingat. Sebenarnya ada beberapa tempat wisata lagi yang di usulkan kemarin, tapi aku lupa.”

Semua tasik tersebut sangat indah sekali. Hanya saja, untuk menuju kesana ada yang mudah ditempuh, ada juga yang harus menunggu keadaan air laut terlebih dahulu. Kalau air pasang dalam, ada sebagian tasik yang baru bisa masuk kesana.

Dari berbagai tasik yang di jelaskan kepala sekolah tadi, hanya Tasik Nambus satu-satunya tempat wisata yang perjalanannya agak mudah dijangkau.Posisi Latif yang menjabat sebagaiKetua Osis di sekolahnya, membuat ia  terlebih dahulu mengetahui hasil rapat dari pada teman yang lainnya. Karena, jika ada rencana dari sekolah untuk berwisata, pasti diadakan rapat osis terlebih dahulu.

“Dalam hasil rapat tersebut, setelah banyak pertimbangan dari berbagai sumber, terpilihlah Tasik Nambus sebagai tempat tujuan wisata kita. Karena banyak juga yang memilih ke Tasik Nambus. Sebenarnya, di daerah kita, di kepulauan meranti ini, memang kita tidak mempunyai gunung yang indah, bukit yang menjulang tinggi, sawah yang terhampar luas, tapi kita mesti yakin dengan keadilan Allah SWT, bahwa tempat kita juga mempunyai banyak tasik yang di kelilingi hutan yang sangat Indah.” Panjang lebar Latif menjelaskan.

“Hanya sayangnya,” Latief terdiam sebelum melanjutkan.

“Sayang kenapa, Latief?” Tanya Budin penasaran.

“Tempat kita ini belum banyak di ketahui dunia,” sambung Latif melanjutkan.

 “Oo,” Budin mengerucutkan mulutnya membentuk lingkaran, pertanda mengerti. Ia begitubersemangat mendengarkan cerita Latif.Info yang Latif  dapat dari hasil rapat osis dengan kepala sekolah dan komite yang menjelaskan tentang betapa banyaknya tempat wisata yang dimiliki daerah mereka.

MENARIK DIBACA:  Guci Peninggalan Kakek

Bukan hanya itu, ada beragam kuliner yang bisa dicicipi. Tidak kalah dari kuliner khas masakan daerah lain. Kepala Sekolah pernah menjelaskan dengan penuh harapan di hadapan para guru dan komite serta anggota osis lainnya, yang perlu untuk diketahui, tiap sekolah diharapkan setiap tahun mencoba pergi tamasya ke daerah yang berbeda. Harapannya,agar mengetahui daerah masing-masing beserta ciri khasnya.

Begitu juga dengan kuliner daerah, cicipilah rasanya atau cobalah membuatnya.Sedikit banyaknya, kita sebagai pribumi mesti tau, karena kalau orang luar bertanya atau ingin tahu bagaimana cara mengolah kuliner tersebut, kita harusnya bisa menjelaskan tentang daerah kita ini.

Begitu juga tempat wisata, walaupun tidak mengetahui sepenuhnya, paling tidak bisa menjelaskan sedikit-sedikit, agar para  tetamu atau ketika ada orang yang ingin mendapat sumber informasinya bisa bertanya langsung, sehingga tidak merasa kecewa.

 Latif melanjutkan penjelasan tentang Tasik tersebut kepadaBudin dan Susi, “Kalian tau, di Kepulauan Meranti ini ada sebelas tasik yang sangat menarik, masih asri danbelum tercemari oleh pabrik-pabrik besar. Masih bersih dari limbah industri, sampah rumah tangga dan kotoran yang lainya. Sangat cocok menjadi tempat rekreasi, menenangkan pikiran yang sedang kalut.”

Budinmembayangkan penjelasan dari Latif. Ia merasa seakan sangat paham tentang tempat wisata yang diceritakan oleh Latif,  Ketua Osis di sekolahnya ini.

“Tapi, Latif … rasanya dari tempat-tempat rekreasi sudah kamu jelaskan tadi, yang kurang kupahami lagi,khusus tentang Tasik nambus tersebut.”

“Oo, kalau itu yang kamu maksudkan, nanti kita tanyakan sumbernya dari orang tetua yang ada di kampung sini. Kalau masalah sejarah lebih rinci tentu orang tua yang lebih tau.”

“Baiklah, Latif.Aku permisi dulu, ya.  Assalamualaikum warahmatullah.” Budin mengakhiri pembicaraan.

“Waalaikumussalam,” jawab Latif.

Waktu pulang sekolah, Susi menghampiri Budin. Ia berusaha untuk meyakinkanBudin supaya ikut serta juga ke Tasik Nambus.

“Budin, ayo lah kita pergi ke Tasik.Kapan lagi, kan?Inilah saatnya kita bisa bersama.”

Budin hanya tersenyum. Bagaimana caranya menyakinkan Susi bahwa sebenarnya ia pun sangat ingin ikut. Tetapi Budin mesti mendapat izin  dari mulut orang tuanya.

“Nantilah,Si.Biar aku coba minta izin dulu kepada ayah dan ibuku, ya.”

“Okelah,Budin.Semoga saja orang tuamu memberikan izin, ya.” Susi menjawab dengan memberi semangat.

“Susi, kalau orang tuaku mengizinkan, aku akan pergi.Tetapi kalau tidak mengizinkan, dengan perasaan yang sangat kecewa, aku tidak bisa pergi.”

Budin tidak mau mengecewakan orang tuanya, yang dari kecil telah membesarkan dirinya tampa pamrih. Dia tidak mau dikatakananak durhaka, yang tidak  mendengarkan nasehat orang tuanya.

“Yang penting, aku harus dapat izin dari ibuku dulu.”

Susi mengangguk setuju. “Baiklah,Budin. Aku berharap semoga doa kita terkabulkan.”***

Penulis Adalah Guru di SMP N 34 Pekanbaru, Asal Kabupaten Meranti

By admin