Penegakan Hukum Lemah, Karhutla Tak Kunjung Usai, Korporasi Santai

0
775


Oleh: Syafrul Ardi (Presiden Mahasiswa BEM UNRI)

OPINI (HPC)-Sejak 22 tahun yang lalu, Riau selalu menjadi langganan diselimuti kabut asap. Kemungkinan besar akan terus berlanjut hingga waktu yang berkepanjangan. Kondisi buruk ini akan terus dirasakan bahkan sebagian besar masyarakat malah beranggapan asap seolah-olah menjadi kewajiban setiap tahunnya. Pola pikir masyarakat menjadi sederhana, karena permasalahan asap di Riau sudah menjadi kebiasaan. Masker yang dulu menjadi kebutuhan perlindungan setiap harinya kini menjadi tak dipedulikan lagi.

Polemik permasalahan ini tak hanya sebatas timbulnya asap pekat yang menyelimuti Riau. Ada permasalahan di balik semua itu, tetapi mindset orang lebih mengarah, “Ya, kalau ada asap mah itu baru permasalahan. Kalau tidak, maka selesailah permasalahan yang ada.” Masyarakat masih tabu dengan namanya permasalahan kebakaran hutan dan lahan. Masyarakat hanya sekadar tahu bahwa kebakaran hutan dan lahan disebabkan musim kemarau yang berkepanjangan. Ya, itu memang benar tetapi masyarakat tidak tahu bahwasanya di setiap musim kemarau ternyata ada yang selalu menunggangi untuk kepentingan pribadi, yakni membuka lahan secara murah meriah. Hal ini pun masih sebagian masyarakat yang memahami. Inilah efek, ketika mindset masyarakat hanya fokus kepada kondisi asap saja.

Seharusnya masyarakat tahu, dengan melihat kondisi asap ini pasti ada penyebab di balik itu semua. Agar ISPA yang mematikan dan menderitakan ribuan masyarakat tak lagi muncul ke permukaan. Masyarakat harus cerdas menyikapi permasalahan hulu dari kabut asap yang terjadi. Korporasi-korporasi tersenyum bahagia, karena lahan mereka sudah siap untuk di eksekusi. Semua seakan bebas dengan santainya tanpa perlu ada pertanyaan serta penyelidikan terhadap mereka.

Pemerintah seakan tidak memiliki kekuatan untuk melakukan pengecekan terhadap korporasi pembakaran hutan bahkan aparat penegak hukum pun seakan bisu tak bersuara di saat masyarakat lebih banyak dijadikan tersangka dibandingkan korporasi yang hanya 1 saja. Lantas, apakah masih kurang sosialisasi ke masyarakat mengenai polemik yang sudah melanda 22 tahun lamanya?

Ketegasan dan pencarian fakta di lapangan yang sangat dibutuhkan, namun penegak hukum seakan kehilangan powernya. Ini sangat terlihat, ketika belum adanya kejelasan mengenai korporasi-korporasi yang sudah menjadi tersangka. Apakah dicabut izinnya atau lahannya dikembalikan ke negara ? Atau seperti apa? Kita memandang sangat tidak jelas, karena pada tahun 2016 ketika terungkapnya 3 korporasi. Bagaimana kejelasan dari 3 korporasi tersebut? Kemudian, korporasi yang menjadi tersangka baru, bagaimana juga kejelasan nya? Patut dipertanyakan, agar benar-benar terlihat peran dari aparat penegak hukum di provinsi Riau. Apakah sudah menjalankan tupoksinya atau tidak?! Serta harus menunjukkan kekuatan yang dimilikinya.

Saat ini, begitu besarnya kepercayaan terhadap aparat penegak hukum untuk mengatasi permasalahan hulu dari masalah kebakaran lahan dan hutan. Sebab aparatlah yang memiliki kekuatan akan hal itu. Kita tidak menginginkan kembali peristiwa tahun 2016, saat aparat penegak hukum duduk bersama dengan korporasi. Tentu menimbulkan pertanyaan, apa yang sudah mereka bahas? Apakah ini menyangkut pelolosan korporasi mereka agar tak terjerat?

Duduk bersama sehingga hilanglah permasalahan dan tersangka sebenarnya. Bukan itu yang kita inginkan. Jika bersalah maka putuskan agar permasalahan ini tidak berlarut. Guna menjadi pembelajaran bagi korporasi lainnya untuk mentaati setiap aturan yang ada dan tidak sembarangan dalam bertindak lagi. Agar masyarakat tidak terkena dampak dari kepentingan korporasi.