Mewaspadai ”Virus” LGBT

1
1184
Suhardi Bahroez, Penulis
Suhardi Bahroez, Penulis
Suhardi El-Behrouzy, Penulis

Oleh : Suhardi El-Behrouzy

Isu lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) kembali menjadi perbincangan hangat di Indonesia. Setelah sempat gempar dengan beredarnya foto pernikahan sejenis yang disinyalir terjadi di Ubud Bali akhir tahun lalu. Publik juga dihebohkan dengan aktivitas sekelompok mahasiswa dan alumni UI yang menamakan diri Support Group and Resource Center On Sexuality Studies (SGRC) Universitas Indonesia (UI). Dan terbaru, munculnya dana dari United Nations Development Programme (UNDP) sebesar 8 juta dolar AS (sekitar Rp 108 miliar) ke Indonesia dan tiga negara Asia lainnya.

Hal ini menggambarkan bahwa komunitas LGBT semakin menancapkan jangkarnya di Indonesia. Keberadaanya tidak lagi menyusuri sudut-sudut sempit tanah ini, tapi sudah terbuka dan menapaki semua lini kehidupan. Peristiwa ini menelusuri petak-petak strategis yang disusun rapi, seperti jalur regulasi, birokrasi, diplomasi atau politik. Tuaian utama mereka adalah keputusan Mahkamah Agung Amerika Serikat pada tahun 2015 lalu yang melegalkan perkawinan sejenis, serta sambutan haru biru di media sosial dengan tagar# Love Wins dan gambar pelanginya yang sempat nangkring di posisi teratas trending topic.

LGBT dengan perkawinan sejenis adalah virus dan ancaman serius bagi dunia, terutama Indonesia. Sebab, LGBT bukan persoalan pilihan orientasi seksual atau masalah hak asasi manusia (HAM), tapi ini adalah penyakit moral yang amat berbahaya. Oleh karena itu masyarakat harus benar-benar mewaspadai virus LGBT dengan segala turunannya. Hal ini disebabkan beberapa hal.

Pertama, melanggar aturan agama. Tak satu pun agama yang membenarkan prilaku menyimpang ini. Dalam Islam dijelaskan bahwa menyalurkan hasrat seks pada kaum sejenis adalah  perbuatan dosa besar. Ini terlihat dari firman Allah surat Al-A’raf, 80-81, “Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya. ‘Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian? ‘Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melampui batas”.

Kedua, bertentangan dengan jiwa Pancasila. Indonesia adalah negara berketuhanan dan menjunjung tinggi nilai dan norma ketimuran. Menikah sejenis merupakan laku yang tidak selaras dengan Pancasila. Dalam UU No 1 Tahun 1974 dengan jelas dan lugas menyatakan, bahwa perkawinan adalah ikatan lahir-batin antara laki-laki dan wanita sebagai suami-istri untuk membentuk keluarga bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Ketiga, menyalahi kodrat manusia. Sebagai makhluk tuhan, fitrahnya menyukai lawan jenis bukan sesama jenis. LGBT dan perkawinan sejenis adalah penyakit moral yang sedang menjangkiti masyarakat yang berselindung dibalik kebebasan dan HAM. Penyakit yang dicari pembenarannya menggunakan logika liberalisme. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah menyebutnya dari sisi psikologi, homoseksual menyalahi fitrah kemanusiaan dan tidak mampu menghasilkan generasi penerus.  Mujib mengibaratkan, hanya arus listrik positif dan negatiflah yang mampu menghasilkan komposisi  cahaya pada bola lampu.

Mencermati virus LGBT dan perkawinan sejenis, sesungguhnya harus menjadi kerisauan bangsa. Sebab, ini menjadi embrio lahirnya berbagai masalah, terutama penyakit moralitas. Pemerintah harus memberikan pressure kepada pihak-pihak yang coba-coba melegalkan pernikahan sejenis. Atau minimal jangan memberi ruang untuk tumbuh berkembanganya penyakit keji ini. Seperti membuat undang-undang yang melarang  pernikahan sejenis. Dan juga tidak membenarkan lakon-lakon banci di televisi yang saban hari menghiasi media kita.

Bila ini dibiarkan, kita hanya akan menunggu waktu saja, bahwa virus  LGBT dan perkawinan sejenis akan menjangkiti dan menjadi bagian hidup  seseorang. Dan  atas nama HAM  atau alasan yang dicari-cari, kita khawatir dan takut kalau negara perlahan atau pasti, rela atau tidak, akan memberikan lampu hijau terhadap komunitas LGBT dan perkawinan sejenis. Sebelum terlambat, mari menyelamatkan generasi dan bangsa dari virus ini. Memberikan penyadaran kepada LGBT dengan bijaksana. Mereka itu tersesat dalam lamunan cinta yang terlarang, bukan fitrah tuhan sebagaimana yang mereka gaungkan.

Kita tentu tidak percaya bagaimana mungkin laki-laki menyukai dan menyalurkan seksnya kepada sesama laki-laki. Bahkan Khalifah Al-walid ibnu Abdul Malik sampai berujar, “Seandainya Allah SWT tidak men­ceri­takan kepada kita mengenai berita kaum nabi Luth AS, niscaya saya tidak percaya ada lelaki yang ber­nafsu kepada lelaki lain”. Begitulah gambaran bahwa perilaku ini, bukan perilaku tabi’i manusia. Pesannya adalah bahwa perilaku menyimpang ini merupakan dosa besar dan akan mengundang azab dan laknat Allah.

Sebagai bangsa yang memiliki kultur dan nilai-nilai ketimuran, Indonesia tentu tidak ingin virus ini menjalar dan menjangkiti generasi muda bangsa. Untuk itu mari bersama-sama menolak virus LGBT dan perkawinan sejenis dengan segala upaya kita. Akhirnya mari kita renungkan firman Allah, dalam surah Hud ayat 82 “maka ketika keputusan kami datang, kami menjungkirbalikkan negeri kaum Luth dan kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari tanah yang terbakar”. Semoga bangsa ini terhindar dari ancaman azab Allah serta hancurnya institusi yang bernama keluarga. Wallahu’alam.

Suhardi El-Behrouzy, Penulis Buku Politik, Agama dan Sosial (PAS)

1 KOMENTAR

  1. Luar biasa ketika membaca tulisan kanda Suhardi….kami mohon agar dapat bertemu dgn kanda suhardi..berbagi jurus…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here